Friday, May 18, 2012

Thursday, May 17, 2012

free download organic chemistry book

free download organic chemistry book
  1. Fundamentals of Organic Chemistry Solomon
  2. McMurry - Organic Chemistry 7e 
  3. Encyclopedia Of Chemistry (Science Encyclopedia)
  4. Instant Notes in Organic Chemistry
  5. vogel_practical_organic_chemistry_5th_edition
  6. General Chemistry
  7. Lange's Handbook Of Chemistry
  8. Industrial Organic Chemistry
  9. Foye's principles of medicinal chemistry
  10. Organic Chemistry Clayden Solutions Manual
  11. organic chemistry - The Art of Drug Synthesis - D. Johnson, J. Li (Wiley, 2007) WW
  12. Chemistry_-_Food_Processing_Technology_Principles_And_Practice
  13. Advanced Organic Chemistry Part A - Structure and Mechanisms, 5th ed (2007)
  14. Essentials of Pharmaceutical Chemistry, 3rd Edition
  15. (Ebook) Secrets To Creating Chemistry (Nlp, Relationship)
  16. Food Chemistry,4th Edition
  17. Solvents_and_Solvent_Effects_in_Organic_Chemistry__3rd_Edition
  18. A_Guidebook_to_Mechanism_in_Organic_Chemistry_-_Peter_Sykes
  19. fundamentals_of_medicinal_chemistry
  20. Experimental Organic Chemistry
  21. Organic Chemistry - Student Study Guide and Solutions Manual
  22. GRE Chemistry Practice Book
  23. A Handbook of Spectroscopic Data CHEMISTRY
  24. Chemistry_for_Environmental_Engineering_and_Science
  25. The Organic Chemistry Of Drug Synthesis, Vol 1 (Wiley, 1977)
  26. Clayden_-_Organic_chemistry
  27. Organic Chemistry Laboratory manual
  28. Medicinal Chemistry
  29. Organic Chemistry as a Second Language II
  30. Advanced_Practical_Organic_Chemistry
  31. Arneson Clinical Chemistry - A Laboratory Perspective
  32. Wiley - The Organic Chemistry of Drug Synthesis Vol 4
  33. Laboratory Methods of Organic Chemistry
  34. food_chemistry_-__2007
  35. Exercises in Synthetic Organic Chemistry - CHIARA GHIRON
  36. Chemistry for Pharmacy Students - General, Organic and Natural Product Chemistry-sarker,nahar
  37. Organic_Chemistry_4th_ed_-_Paula_Bruice
  38. Fundamentals of Environmental Chemistry
  39. How to Solve Word Problems in Chemistry
  40. Dictionary of Chemistry
  41. Free Energy Calculations (2007),theory & applications in biology & chemistry
  42. Organic_Chemistry,Solutions_Manual_Clayden_Greeves_Warren_Wothers
  43. Chemical Engineering - Solving General Chemistry Problems (5e, 1980)
  44. (Oxford-University-Press)_Organic_Chemistry
  45. Handbook of Green Chemistry and Technology
  46. School Chemistry Laboratory Safety Guide
  47. Chemistry of Drugs
  48. Organic Chemistry (5th Edition) by Paula Yurkanis Bruice
  49. Essential Chemistry Atoms, Molecules, and Compounds~tqw~_darksiderg
  50. Wiley - The Organic Chemistry of Drug Synthesis Vol 2
  51. chemistry and molecular aspects of drug
  52. Orbital interaction theory of organic chemistry 2ed 2001 - Rauk
  53. Elements_of_Organic_Chemistry[1]

Wednesday, May 16, 2012

free download physical chemistry book

free download physical chemistry book

  1. Guide to Essential Math A Review for Physics, Chemistry and Engineering Students
  2. Handbook of Chemistry and Physics 89th Ed (2009)
  3. Atkins'_Physical_Chemistry_Solution_Manual_(7th_Ed)
  4. Polymer Chemistry
  5. Monk_physical Chemistry-Understanding Our Chemical World
  6. ENVIRONMENTAL SOIL AND WATER CHEMISTRY
  7. Applied Mathematics for Physical Chemistry
  8. Handbook of Chemistry and Physics 88th edition
  9. CRC Handbook of Chemistry and Physics - 87th ed [2006-2007] 
  10. instant notes in physical chemistry
  11. A Handbook of Spectroscopic Data CHEMISTRY
  12. Principles of quantum mechanics, as applied to chemistry and chemical physics 
  13. Physical Chemistry Complete Solutions Manual
  14. High-Resolution NMR Techiques in Organic Chemistry
  15. Physical Chemistry
  16. Applied Colloid and Surface Chemistry
  17. Lea's Chemistry of Cement and Concrete
  18. Quantum Chemistry
  19. An introduction to environmental chemistry and pollution
  20. Physical Chemistry of Macro Molecules - Basic Principles and Issues
  21. Chemistry Science Fair Projects 1
  22. Chemistry Science Fair Projects 2
  23. physical Chemistry-Understanding Our Chemical World
  24. Principles of Environmental Chemistry
  25. Dynamics of Fluids in Porous Media Dover Books on Physics and Chemistry by Jacob Bear - 5 Star Review
  26. How to Solve Word Problems in Chemistry
  27. Industrial Dyes (Chemistry, Properties, Applications)
  28. Chemistry - Industrial Solvents Handbook, 5Th Ed
  29. Dictionary of Chemistry
  30. Handbook of Green Chemistry and Technology
  31. Essential Chemistry Atoms, Molecules, and Compounds
  32. Physical chemistry of surfaces 6ed - Adamson & Gast
  33. Chemistry of the Textile Industry
  34. Elements_of_Environmental_Chemistry__Wiley__2007_
  35. Solid State Chemistry
  36. Engineering chemistry
  37. Introduction to Chemistry II
  38. The Chemistry of Dyeing
  39. PRINCIPLES_OF_QUANTUM_MECHANICS-as_Applied_to_Chemistry_and_Chemica¶l_Physics
  40. Green Chemistry and Catalysis
  41. Physical_Chemistry_of_Foods
  42. Chemistry of Textile Finishing
  43. Chemistry_for_Environmental_Engineering_and_Science
  44. Water Chemistry Industrial and Power Plant Water Treatment
  45. Basic Training in Chemistry
  46. CRC Handbook of Chemistry and Physics 85th edition
  47. nuclear chemistry
  48. Chemistry Of Spices
  49. Surface Cotton Chemistry
  50. M. - Physical Chemistry 3ed 2008
  51. Chemistry Of Elements - 2nd Ed. - G. & E
  52. An introduction to environmental chemistry and pollution
  53. World of Chemistry
  54. Physical Chemistry Solutions Manual - Thermodynamics Module
  55. Encyclopedia Of Chemistry (Science Encyclopedia)
  56. chemistry of soils
  57. GLOSSARY OF TERMS USED IN PHYSICAL ORGANIC CHEMISTRY
  58. Chemistry of Precious Metals - S.A. COTTON
  59. physical chemistry
  60. notebook of physical and chemistry
  61. Handbook Of Chemistry And Physics - 2005
  62. advances in quantum chemistry

Friday, May 11, 2012

laporan praktikum kimia organik

REAKSI ELEMINASI
dasar teori

Reaksi eleminasi merupakan reaksi pembentukan ikatan rangkap dengan cara mengeleminir dua atau empat atom atau gugus yang terikat pada atom yang berdekatan dengan molekul substrat. Reaksi eleminasi ada dua yaitu eleminasi unimolekuler (E1) dan eleminasi bimolekuler (E2). Reaksi eleminasi unimolekuler merupakan reaksi tingkat satu dan terdiri secara bertahap, dimana laju reaksinya hanya ditentukan dari konsentrasi substrat. Dalam reaksi eleminasi unimolekuler terjadi pembentukan ion karbonium, sehingga dalam reaksinya menggunakan pelarut polar. Sedangkan reaksi eleminasi bimolekuler merupakan reaksi tingkat dua dan terjadi secara serempak (satu langkah) tanpa adanya pembentukan ion karbonium. Sehingga pelarut yang digunakan dalam reaksi ini adalah pelarut nonpolar. Perhitungan laju reaksi dari reaksi eleminasi bimolekuler ditentukan oleh konsentrasi dari substrat dan basa lewis yang digunakan dalam reaksi (kimia organik lanjut)
Senyawa alkena yang memiliki ikatan rangkap dua dapat dibuat melalui reaksi eleminasi terhadap alkohol sekunder. Salah satu contohnya adalah pembentukan sikloheksena melalui eleminasi terhadap sikloheksanol. Dalam reaksi ini terjadi pelepasan molekul air yang diakibatkan oleh adanya katalis asam (H+). Pemrotonan gugus hidroksil pada alkohol menyebabkan hilangnya air dalam reaksi ini. Adanya spesi ion dalam reaksi eleminasi ini menandakan reaksi menggunakan pelarut polar dan merupakan reaksi eleminasi unimolekuler(E1).
Katalis asam yang sering digunakan dalam melakukan reaksi eleminasi ini adalah asam sulfat pekat atau asam posfat. Namun, penggunaan asam sulfat yang memiliki sifat selain sebagai asam kuat, juga sebagai oksidator kuat sehingga dapat menyebabkan terjadinya oksidasi terhadap senyawa alkohol sehingga asam posfat lebih baik digunakan sebagai katalis dalam reaksi eleminasi.
Dalam reaksi pembentukan sikloheksena melalui eleminasi terhadap sikloheksanol menggunakan katalis asam posfat yang kemudian dipanaskan. Mekanisme reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Sumber : Kimia Organik 1 Terbitan Keempat 



 ISOMERISASI GEOMETRI ASAM MALEAT MENJADI ASAM FUMARAT
dasar teori
Tata letak atau susunan atom-atom dalam suatu senyawa sangat mempengaruhi sifat fisika maupun kimia dari senyawa. Hal ini dapat dilihat dari asam maleat dan fumarat yang memiliki perbedaan sifat fisika dan kimia padahal memiliki rumus molekul yang sama yaitu HO2CCH=CHCO2H. Asam maleat dan fumarat merupakan isomer cis dan trans dari asam butendioat. Pada umumnya, senyawa yang berada pada posisi trans lebih banyak ditemukan dalam sistem kesetimbangan dan merupakan senyawa yang lebih  stabil dari isomer pada posisi cis.

Asam fumarat
 
Asam maleat
 

Perubahan isomer dari yang satu ke yang lainnya dapat berlangsung dapat berlangsung melalui senyawa antara yang bersifat ion atau radikal bebas. Begitu pula dengan asam maleat (posisi cis) yang dapat mengalami isomerisasi menjadi asam fumarat (posisi trans) yang lebih stabil dengan cara ditambahkan asam klorida dan direfluks. Asam fumarat memiliki kelarutan yang lebih rendah dalam air dibandingkan dengan asam maleat sehingga mudah mengkristal selama proses refluks berlangsung.
Adapun beberapa sifat fisika dari asam maleat dan fumarat adalah sebagai berikut:
Senyawa
Mr
Kelarutan dalam 100 g air
Titik leleh(oC)
Pada 100oC
Pada 20oC
Asam maleat
116,03
400
79
130,5
Asam fumarat
116,03
9,8
0,7
302

a)      Asam maleat
Asam maleat merupakan asam-cis-butendioat atau disebut juga asam toksilat, merupakan senyawa dikarboksilat. Dalam senyawa ini, terdapat gugus etilena yang berikatan dengan dua gugus asam karboksilat. Asam maleat dapat membentuk ikatan hidrogen intramolekuler, hal ini dapat menyebabkan keasaman dari asam maleat lebih tinggi dari asam fumarat dan kelarutan dalam air yang berhubungan dengan kepolaran asam maleat lebih tinggi dari asam fumarat. Namun dengan adanya ikatan intramolekuler tersebut menyebabkan titik leleh dari asam maleat lebih rendah dari asam fumarat.

Ikatan hidrogen intramolekul dari asam maleat
 

Sumber utama asam maleat adalah anhidrida maleat yang dihasilkan secara komersil melalui oksidasi benzene. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Benzena
 
Asam maleat anhidrida
 

Untuk mendapatkan asam maleat dari anhidrida asam maleat dapat dilakukan dengan melarutkan anhidrida asam maleat dalam air. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

Asam maleat
 
Asam maleat anhidrida
 


b)     Asam fumarat
Asam fumarat merupakan asam-trans-butendioat. Asam fumarat berupa kristal berwarna putih. Titik leleh dari asam fumarat cukup tinggi, dan jika dibandingkan dengan isomer strukturnya yaitu asam maleat, titik leleh asam fumarat jauh lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena asam fumarat dapat membentuk ikatan hidrogen antarmolekulnya, sehingga dibutuhkan energi yang cukup besar untuk merusak ikatan tersebut sehingga asam fumarat dapat meleleh.


Gambar ikatan hidrogen antar molekul asam fumarat

Asam maleat merupakan asam yang lebih lemah dari asam maleat dengan Ka sebesar 9,6 x 10-6. Jauh lebih lemah dari asam maleat yang memiliki Ka sebesar 10-2.

c)      Isomer geometri
Senyawa yang memiliki isomer geometri merupakan senyawa dengan rumus molekul yang sama namun susunan atom-atomnya tidak sama. Asam maleat dan asam fumarat adalah salah satu contohnya.
Asam maleat dapat diubah menjadi asam fumarat dengan bantuan HCl pekat. Dengan adanya H+ dari HCl menyebabkan pemutusan ikatan rangkap (ikatan phi) dari asam maleat, kemudian ikatan sigma yang terjadi menyebabkan strukturnya dapat berputar menjadi lebih stabil(dalam posisi trans lebih stabil). Kemudian pelepasan H+ menyebabkan terbentuknya asam fumarat pada akhir reaksi.
Asam fumarat
 

 

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KARBOHIDRAT PADA KENTANG
dasar teori
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi tubuh manusia, yang menyediakan 4 kalori (kilojoule) energi pangan per gram. Karbohidrat juga mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain. Dalam tubuh manusia karbohidrat dapat dibentuk dari beberapa asam amino dan sebagian lemak. Tetapi sebagian besar karbohidrat diperoleh dari bahan makanan yang dimakan sehari-hari, terutama bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Contoh makanan sehari-hari yang mengandung karbohidrat adalah pada tepung, gandum, jagung, beras, kentang, sayur-sayuran dan lain sebagainya.
Karbohidrat adalah senyawa polihidroksi aldehid, polihidroksi keton atau senyawa yang dapat dihidrolisis menjadi jenis senyawa tersebut. Karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis menjadi senyawa yang lebih sederhana disebut monosakarida, seperti glukosa dan fruktosa. Karbohidrat yang dapat dihidrolisis menjadi dua molekul monosakarida disebut disakarida, seperti maltosa dan sukrosa. Karbohidrat yang dapat dihidrolisis menjadi banyak molekul monosakarida disebut polisakarida, seperti amilum dan selulosa (Frieda Nurlita, 2004).
Pati merupakan senyawa polisakarida yang terdiri dari monosakarida yang berikatan melalui ikatan oksigen. Monomer dari pati adalah glukosa yang berikatan dengan ikatan α(1,4)-glikosidik, yaitu ikatan kimia yang menggabungkan 2 molekul monosakarida yang berikatan kovalen terhadap sesamanya. Pati merupakan zat tepung dari karbohidrat dengan suatu polimer senyawa glukosa yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu amilosa 20% (larut) dan amilopektin 80% (tidak larut).
              Gambar1. Struktur molekul pati
                   Sumber: Wikipedia, 2010

Amilosa merupakan komponen pati yang mempunyai rantai lurus dan larut dalam air. Amilosa memberikan sifat keras (pera) dan memberikan warna ungu pekat pada tes iodin. Umumnya, amilosa tersusun dari satuan glukosa yang bergabung melalui ikatan α-(1,4) D-glukosa.
                          Gambar 2. Struktur amilosa
                    Sumber: Wikipedia, 2010

Sedangkan amilopektin merupakan suatu polisakarida yang jauh lebih besar daripada amilosa dan mengandung 1000 satuan glukosa atau lebih per molekul dan menyebabkan sifat lengket. Seperti rantai dalam amilosa, rantai utama dari amilopektin mengandung 1,4’-α-D-glukosa dan terdapat percabangan rantai, sehingga terdapat satu glukosa ujung untuk kira-kira tiap 25 satuan glukosa. Ikatan pada titik percabangan ialah ikatan 1,6’-α-glikosida (Ralph J. Fessenden, 1982).
          Gambar 3. Struktur amilopektin
         Sumber: Wikipedia, 2010

Pati dapat dihasilkan dari beberapa macam sumber antara lain dari biji-bijian dan umbi-umbian. Pati yang berasal dari biji-bijian dapat berasal dari serealia seperti jagung, gandum, beras, sorghum dan dari kacang-kacangan. Adapun dari umbi-umbian, pati dapat dihasilkan dari singkong dan kentang. Selain dari kedua sumber tersebut, pati juga dapat dihasilkan dari batang tanaman, seperti pati sagu, dan dari daging buah muda seperti pisang (Anonim, 2009).
Secara teori, dalam 100 gram kentang terdapat 19,1 gram pati. Dalam buah kentang, amilum (pati) terdapat pada amiloplas (tempat menyimpan amilum). Amiloplas merupakan bagian dari jenis plastida yang disebut lekoplas. Lekoplas merupakan plastida berwarna putih berfungsi sebagai penyimpan makanan. Butir pati terdiri atas lapisan-lapisan yang mengelilingi suatu titik yang disebut hilum. Hilum pada kentang  terletak di pinggir (eksentrik). Butir-butir pati apabila diamati dengan menggunakan mikroskop, ternyata berbeda-beda bentuknya, tergantung dari tumbuhan apa pati tersebut diperoleh. Bentuk butir pati pada kentang berbeda dengan yang berasal dari terigu atau beras.






bentuk butir-butir pati pada kentang
kentang merupakan salah satu tanaman yang mengandung pati
     

Sumber: Wikipedia, 2010
 


Banyak cara yang dapat digunakan untuk menentukan banyaknya karbohidrat dalam suatu bahan yaitu antara lain dengan cara kimiawi, cara fisik, cara enzimatik dan cara kromatografi. Penentuan karbohidrat polisakarida maupun oligosakarida memerlukan perlakuan pendahuluan yaitu hidrolisa terlebih dahulu sehingga diperoleh monosakarida. Untuk keperluan ini maka bahan dihidrolisa dengan asam atau enzim pada suatu keadaan yang tertentu.
2.1 Uji Iodium
Pati yang berikatan dengan (I2) akan menghasilkan warna biru. Hal ini disebabkan oleh struktur molekul iodin dan terbentuklah warna biru. Apabila pati dipanaskan, spiral merenggang, molekul-molekul iodine terlepas sehingga warna biru menghilang. Dari percobaan-percobaan didapat bahwa pati akan merefleksikan warna biru bila berupa polimer glukosa yang lebih besar dari dua puluh, misalnya molekul-molekul amilosa. Bila polimernya kurang dari dua puluh seperti amilopektin, maka akan dapat dihasilkan warna merah. Sedangkan dekstrin dengan polimer 6,7 dan 8 membentuk warna coklat. Polimer yang lebih kecil dari 5 tidak memberikan warna dengan iodin (Anonim, 2010 dalam Winarno FG, 2004).
2.2 Uji Molisch
Uji Molisch adalah uji umum untuk karbohidrat. Pereaksi molisch yang terdiri dari α-naftol dalam alkohol akan bereaksi dengan furfural tersebut membentuk senyawa kompleks berwarna ungu yang disebabkan oleh daya dehidrasi asam sulfat pekat terhadap karbohidrat. Terbentuknya cincin ungu menyatakan bahwa larutan yang diperiksa mengandung karbohidrat. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
                                                         H                                    O
                                                                                                                     
     CH2OH—HCOH—HCOH—HCOH—C=O   + H2SO4         ─C—H + 
                                                                                                                           
                                                                                                                           OH
    pentosa                                                                                furfural          α-naftol

                                                                         H                                                               
                                                                           
     CH2OH—HCOH — HCOH—HCOH—HCOH  —C=O    +  H2SO4 
heksosa                              
                       O
                       
       H2C─       ─C—H       +
                                                                      
               OH                                        OH
     5-hidroksimetil furfural                α-naftol                

Rumus dari cincin ungu yang terbentuk adalah  sebagai berikut.    
                                   O
                                   


                                                                      ­__SO3H
     H2C─       ─────C─────         ─OH

    Cincin ungu senyawa kompleks

2.3 Uji Fehling atau Benedict untuk Gula Reduksi
Larutan Fehling terdiri dari dua lapisan. Larutan Fehling A dibuat dengan melarutkan kristal Cu (II) sulfat ke dalam air yang mengandung beberapa tetes asam sulfat encer. Larutan Fehling B dibuat dengan melarutkan NaOH dan natrium kalium tartarat (garam Rochelle) ke dalam air. Pereaksi Fehling digunakan dengan mencampurkan Fehling A dan B dengan volume yang sama. Jika terdapat gula pereduksi pada cuplikan maka warna biru dari pereduksi Fehling akan hilang dan endapan merah atau kuning dari Cu2O akan terbentuk.
            O                                                                   O
                                                                              
     R—C—H  + 2Cu2+ [tartarat] + 5OH-       R—C—O-  + Cu2O + 3H2O
                                                                 
Pereaksi Benedict mengandung atom Cu yang terikat sebagai kompleks. Pereaksi ini dapat mengoksidasi gula pereduksi seperti halnya larutan Fehling. Pereaksi Benedict dapat mendeteksi gula dengan konsentrasi 0,01%. Endapan Cu2O dapat berwarna merah, kuning atau hijau kekuningan bergantung pada warna asal dan jumlah gula pereduksi yang direaksikan.
Larutan Benedict dibuat dengan melarutkan natrium sitrat (Na3C6H5O7. 11H2O) dan zat anhidrous. Melarutkan CuSO4 hidrat ke dalam air dan memasukkannya perlahan-lahan ke dalam larutan sitrat. Jika dalam cuplikan tidak terdapat gula pereduksi, maka larutan jernih. Jika terdapat gula pereduksi, maka akan terbentuk endapan Cu2O.
Berikut reaksi yang terjadi:
            O                                                    O
                                                                
     R—C—H  + 2Cu2+ [sitrat]        R—C—H + Cu2O
                                                                 
2.4 Hidrolisis dengan asam
Dalam asam, polisakarida atau disakarida akan terhidrolisis parsial menjadi sebagian kecil monomernya. Hal inilah yang menjadi dasar untuk membedakan antara polisakarida, disakarida, dan monosakarida. Monomer gula dalam hal ini bereaksi dengan fosfomolibdat membentuk senyawa berwarna biru. Dibanding dengan monosakarida, polisakarida yang terhidrolisis oleh asam mempunyai kadar monosakarida yang lebih kecil, sehingga intensitas warna biru yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan larutan monosakarida.
2.5 Hidrolisis dengan Enzim
Hidrolisis dengan enzim dapat menghasilkan beberapa produk hidrolisat pati dengan sifat-sifat tertentu yang didasarkan pada nilai DE (ekuivalen dekstrosa). Nilai DE 100 adalah murni dekstrosa sedangkan nilai DE 0 adalah pati alami. Hidrolisat dengan nilai DE 50 adalah maltosa, nilai DE di bawah 20 adalah maltodekstrin, sedangkan hidrolisat dengan DE berkisar antara 20-100 adalah sirup glukosa.
2.6 Uji Osazon
Pada uji Osazon, yang mendasarinya adalah pemanasan karbohidrat yang memiliki gugus aldehida atau keton bersama fenilhidrazin berlebihan akan membentuk hidrazon atau osazon. Hidrazon merupakan substansi yang mudah larut (soluble) dan sulit diisolasi. Sedang osazon kebalikannya, ia relatif tidak melarut dan membentuk kristal yang bentuknya spesifik untuk setiap jenis sakarida. Reaksi pembentukan osazon adalah sebagai berikut:
          Osazon dari disakarida larut dalam air mendidih dan terbentuk kembali bila didinginkan, namun sukrosa tidak membentuk osazon karena gugus aldehida dan keton yang terikat pada monomernya tidak bebas, sebaliknya osazon monosakarida tidak larut dalam air mendidih.
Hidrolisis osazon dengan asam hidroklorat pekat  menghasilkan suatu osone. Jika osone ditambahkan dengan Zn dan asam asetat maka gugus aldehidnya akan tereduksi membentuk ketosa. Reaksi ini kemudian dijadikan suatu metode untuk mengkonversi aldosa menjadi ketosa, sebagai contoh mengubah glukosa menjadi fruktosa.
  


REAKSI OKSIDASI REDUKSI
dasar teori
Secara umum, reaksi reduksi dan oksidasi (redoks) merupakan reaksi yang melibatkan serah terima elektron. Zat yang menerima elektron dan mengalami penurunan bilangan oksidasi disebut oksidator dan mengalami reaksi reduksi, sedangkan zat yang melepaskan elektron dan mengalami peningkatan bilangan oksidasi disebut zat reduktor dan mengalami reaksi oksidasi. Namun pengertian reaksi reduksi dan oksidasi tidak hanya sebatas itu saja, reaksi reduksi dan oksidasi juga dapat dilihat dari jumlah atom hidrogen dalam senyawa tersebut (umumnya pada senyawa organik). Senyawa yang mengalami penambahan jumlah atom hidrogen merupakan senyawa yang mengalami reaksi reduksi, sedangkan senyawa yang mengalami pengurangan jumlah atom hidrogen merupakan senyawa yang mengalami reaksi oksidasi. Selain dari keberadaan atom hidrogen, keberadaan atom oksigen juga bisa digunakan sebagai penentuan zat oksidator dan reduktor, terutama dalam reaksi organik. Zat yang menyumbangkan oksigen merupakan zat oksidator (mengalami reduksi) sedangkan zat yang menerima oksigen merupakan zat reduktor (mengalami oksidasi).
            Dalam oksidasi terhadap senyawa alkohol, terjadi dehidrogenasi dalam senyawa alkohol tersebut, dimana hidrogen yang hilang berasal dari atom karbon yang mengikat gugus hidroksi dan atom hidrogen yang berikatan dengan oksigen sehingga membentuk ikatan rangkap antara karbon dengan oksigen. Oksidasi terhadap senyawa alkohol primer, sekunder dan tersier akan memberikan hasil yang berbeda.
Alkohol primer ketika dioksidasi akan menghasilkan aldehid dan bila dioksidasi lebih lanjut menghasilkan asam karboksilat seperti reaksi berikut:
Alkohol sekunder bila dioksidasi akan menghasilkan senyawa keton, menurut reaksi berikut:
Oksidasi alkohol sekunder bisa dilakukan dengan menggunakan oksidator dikromat seperti kalium dikromat. Diamana reaksinya adalah sebagai berikut:
Pembentukan asam kromat
K2Cr2O7 + H2O + H2SO4                    2H2CrO4 + HSO4-
Penguraian asam kromat
H2CrO4 + H2O            H+ + HCrO4-
Pembentukan ester kromat
eleminasi ester kromat
Tahap berikutnya
Sumber J.March.1977. Advance Organic Chemistry Reactions, Mechanisms, and Structure.

Sikloheksanon yang terbentuk adalah 90%. Perubahan yang bisa diamati dari reaksi ini adalah perubahan warna, dimana asam kromat yang berwarna oranye berubah menjadi hijau yang menunjukkan telah terbentuk Cr(III). Spesi Cr(IV) yang sempat terbentuk dalam reaksi tersebut sangat tidak stabil sehingga akan berubah menjadi Cr(III).
Sedangkan alkohol tersier tidak dapat dioksidasi, berbeda dengan alkohol primer dan sekunder.



REAKSI SUBSTITUSI 
dasar teori
Reaksi substitusi merupakan reaksi pergantian satu atom atau gugus atom dalam suatu senyawa oleh atom atau gugus lain. Reaksi substitusi ada yang melibatkan nukleofil yang disebut substitusi nukleofilik (SN).  Sedangkan reaksi substitusi yang melibatkan elektrofil disebut reaksi  substitusi elektrofilik.
Reaksi substitusi nukleofilik terdiri dari dua, yaitu substitusi nukleofilik unimolekuler (SN1) dan substitusi nukleofilik bimolekuler (SN2). Dalam reaksi substitusi nukleofilik bimolekuler (SN2),  laju reaksi ditentukan oleh substrat dan nukleofil . Dimana persamaan lajunya adalah:
Laju reaksi = k [substrat] [nukleofil]
Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa yang menentukan laju reaksi adalah substrat dan nukleofil, dalam dalam reaksinya terdapat suatu keadaan yang disebut dengan keadaan transisi, seperti gambar berikut:
Dimana Y- adalah substrat dan X adalah gugus yang akan pergi. Pada keadaan transisi atom karbon berada pada hibridisasi sp2 sehingga bentuknya datar terhadap R dan H sedangkan X dan Y tegak lurus terhadap bidang.
Dalam reaksi substitusi nukleofilik bimolekuler (SN2), pelarut yang terlibat adalah pelarut nonpolar atau hanya sedikit polar. Hal ini menyebabkan dalam reaksi substitusi nukleofilik bimolekuler (SN2) tidak terbentuk spesi ion.
Berbeda dengan reaksi substitusi nukleofilik bimolekuler (SN2), laju  reaksi substitusi nukleofilik unimolekuler (SN1) hanya ditentukan oleh satu molekul saja yaitu molekul substrat. Dimana persamaannya adalah:
Laju reaksi = k [substrat]
Reaksi substitusi nukleofilik unimolekuler (SN1) terdiri dari dua tahap. Tahap pertama melibatkan ionisasi alkil halida menjadi ion karbonium. Tahap ini berlangsung lambat dan merupakan tahap penentu laju reaksi.
Tahap kedua dari reaksi ini adalah melibatkan serangan nukleofil secara cepat terhadap ion karbonium.
Dalam reaksi substitusi nukleofilik unimolekuler (SN1), pelarut yang terlibat adalah pelarut polar. Hal ini menyebabkan substrat mempermudah substrat mengalami ionisasi dan menstabilkan ion yang dihasilkan.
Selain reaksi substitusi nukleofilik (suka muatan positif) terdapat juag reaksi substisusi yang dilakukan oleh gugus yang menyukai elektron yang disebut raksi substitusi elektrofilik. Benzena dan senyawa aromatik lainnya merupakan sumber elektron karena terdapat awan elektron π dalam cincin benzena. Kestabilan dari cincin benzena menyebabkan reaksi benzena dengan reagen nukleofil berbeda dengan alkena. Pada benzena berlangsung reaksi substitusi elektrofilik sedangkan pada alkena terjadi reaksi adisi elektrofilik. Reaksi substitusi aromatik elektrofilik meliputi nitrasi, halogenasi, sulfonasi, dan reaksi Friedel-Crafts.
Nitrasi dapat dilakukan dengan mencampurkan asam nitrat dengan benzena dan asam sulfat pekat dalam pemanasan. Reaksinya adalah:
Contoh lain dari nitrasi adalah penambahan bromobenzen dengan asam sulfat dan asam nitrat yang akan menghasilkan 4-bromo-nitrobenzen. Reaksinya adalah:
Dalam proses nitrasi ini produk yang dihasilkan kebanyakan adalah orto dan para, hal ini dikarenakan gugus halogen merupakan pengarah orto dan para, namun mungkin juga terjadi pada posisi meta tapi sangat sedikit dari total produk yang dihasilkan. Senyawa orto-bromo-nirobenzen memiliki titik leleh yang cukup rendah yaitu sebesar 42oC, meta-bromo-nirobenzen memiliki titik leleh sebesar 56oC, sedangkan para-bromo-nirobenzen memiliki titik leleh paling tinggi yaitu 127oC.
Pada proses halogenasi, halogen tanpa diberi katalis tidak berekasi dengan benzena. Hal ini disebabkan karena halogen bukan merupakan elektrofilik kuat dan benzena relatif kurang reaktif. Dengan memberi katalis berupa asam lewis seperti FeX­3 maka benzena dapat beraksi dengan halogen. Asam lewis berfungsi untuk mengubah X2 menjadi elektrofilik kuat X+. Reaksi yang terjadi adalah:
katalis
 
Dalam sulfonasi dilakukan dengan mereaksikan asam sulfat pekat panas dengan benzena pada suhu tinggi, diman akan menghasilkan benzenasulfonik. Reksi yang terjadi adalah:
Reaksi Friedel-Crafts  ada dua yaitu alkilasi dan asilasi dengan reaktan alkilhalida atau asilhalida.
 

ANALISIS KUALITATIF SENYAWA ORGANIK UNKNOWN PADATAN
Senyawa organik dapat diartikan sebagai senyawa yang mengandung atom karbon. Senyawa organik jumlahnya sangat banyak dan memiliki perbedaan terutama dalam gugus fungsinya. Perbedaan gugus fungsi inilah yang menyebabkan senyawa organik memiliki perbedaan sifat kimia maupun sifat fisika.
Identifikasi senyawa organik padat adalah dengan menguji sifat fisika dari senyawa tersebut. Sifat fisika yang sering digunakan untuk mengidentifikasi senyawa organik padat adalah titik leleh. Identifikasi senyawa organik padat juga dapat dilakukan dengan melakukan analisis terhadap gugus fungsionalnya. Identifikasi ini sangat penting dilakukan sebelum penentuan rumus struktur senyawa organik tersebut.
A.      Penentuan Sifat Fisika
Titik leleh adalah suhu dalam derajat Celcius pada saat suatu fase padat dan fase cair suatu padatan kristal ada dalam kesetimbangan dinamik. Oleh karena itu, tekanan uap fase padat dan fase cair dari suatu padatan kristal adalah sama pada saat titik leleh. Titik leleh senyawa organik cenderung lebih mudah untuk diamati, karena temperatur pada saat zat mulai meleleh hampir sama dengan temperatur dimana zat telah meleleh semuanya. Range titik leleh biasanya berkisar dari 0,20 - 10C, dan tidak boleh lebih dari 10C. Contohnya : suatu zat memiliki range titik leleh antara 102,1°- 102,5°C.Berbagai penyimpangan yang dapat terjadi berupa penurunan titik leleh dari titik leleh senyawa murninya atau perluasan range titik leleh dapat saja terjadi apabila suatu zat padat yang digunakan tidak murni.

B.       Penentuan Gugus Fungsional
1.      Mendeteksi Ketidakjenuhan
Senyawa organik atau senyawa karbon yang jenuh (ikatan tunggal) dan tidak jenuh (mengandung ikatan rangkap) dapat dibedakan melalui beberapa analisis, contohnya adalah dengan pereaksi Baeyer dan tes dengan air brom.
Reaksi dengan pereaksi Baeyer (larutan KMnO4) mengakibatkan ikatan rangkap yang ada dalam senyawa organik menjadi teroksidasi karena KMnO4 merupakan oksidator kuat, namun pereaksi Baeyer ini tidak bereaksi terhadap senyawa karbon jenuh. Reaksi dengan senyawa karbon tidak jenuh menyebabkan warna KMnO4 yang semula berwarna ungu memudar dan muncul endapan coklat mangan oksida (MnO2) (Fessenden, 1982). Hal ini disebabkan karena konsentrasi KMnO4 dalam larutan telah berkurang karena digunakan untuk mengoksidasi senyawa karbon tidak jenuh. Reaksi yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut.



Brom (Br2) bukan merupakan suatu asam, tetapi zat ini dapat diadisi ke dalam ikatan rangkap karena molekul brom dapat terpolarisasi membentuk ion Br- dan Br+. Ion Br+ ini akan diadisi ke dalam ikatan rangkap yang kaya akan elektron (Fessenden, 1982). Reaksi dengan air brom menyebabkan senyawa karbon tidak jenuh mengalami reaksi adisi dan menghasilkan senyawa halida. Reaksi dengan senyawa karbon tidak jenuh menyebabkan warna air brom yang semula berwarna coklat memudar karena konsentrasi Br2 dalam larutan telah berkurang karena digunakan untuk mengadisi senyawa karbon tidak jenuh. Reaksi yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut.

2.      Mendeteksi Alifatis atau Aromatis
Senyawa aromatik dalam kimia digunakan untuk jenis ikatan untuk senyawa tertentu. Senyawa aromatik adalah senyawa siklik yang mengandung ikatan rangkap yang berselang-seling dalam rumus bangunnya. Aromatik merupakan kebalikan dari alifatik yang hanya mengandung ikatan tunggal (Fessenden, 1982) Salah satu cara yang paling sederhana digunakan untuk mengidentifikasi senyawa alifatik ataupun aromatik adalah dengan melakukan tes asap.
Tes asap dilakukan untuk mengidentifikasi senyawa karbon tersebut aromatik atau alifatik. Tes asap ini sangat sederhana karena senyawa karbon tersebut hanya dibakar saja. Apabila menghasilkan asap berwarna hitam, maka senyawa tersebut termasuk senyawa aromatik. Asap hitam ini adalah karbon atau jelaga (C) yang terbentuk dari pembakaran tidak sempurna senyawa karbon. Pembakaran tidak sempurna ini terjadi karena pada proses pembakaran tersebut senyawa karbon kekurangan oksigen, sehingga tidak semua senyawa karbon dapat menjadi gas CO2.

3.      Mendeteksi Gugus Hidroksil pada Senyawa Alkohol
Senyawa alkohol (R – OH) adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus hidroksil yang terikat pada atom kabon tetrahedral (sp3). Alkohol merupakan senyawa yang penting dalam industri. Kegunaan penting dari alkohol adalah digunakan sebagai desinfektan dan pelarut organik.
Ditinjau dari letak gugus hidroksilnya, senyawa alkohol dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
a.       Alkohol primer      : senyawa alkohol yang gugus hidroksilnya terikat pada atom C primer.
b.      Alkohol sekunder  : senyawa alkohol yang gugus hidroksilnya terikat pada atom C sekunder.
c.       Alkohol tersier      : senyawa alkohol yang gugus hidroksilnya terikat pada atom C tersier.
Identifikasi senyawa alkohol dapat dilakukan dengan melakukan tes serat-amonium-nitrat dan tes asetil klorida. Pada tes serat-amonium-nitrat, senyawa organik yang diuji ditetesi dengan larutan serat-amonium-nitrat, apabila muncul warna merah maka senyawa tersebut mengandung gugus alkohol. Pada tes asetil klorida, senyawa organik yang akan diuji direaksikan dengan asetil klorida. Apabila gas yang dihasilkan menghasilkan asap putih jika didekatkan pada larutan amonia pekat, maka senyawa tersebut mengandung gugus alkohol.

4.      Mendeteksi Gugus Fenolat
Senyawa fenol merupakan turunan dari benzena yang mengikat gugus hidroksil pada atom C sp2. Fenol merupakan zat yang sipakai sebagai antiseptik rumah sakit. Walaupun merupakan antiseptik yang baik, fenol bersifat kaustik dan racun. Masuknya fenol secara kronis ke dalam tubuh menyebabkan kerusakan hati dan ginjal (Fessenden, 1982).
Identifikasi gugus fenolat dapat dilakukan dengan  uji feri klorida. Reaksi dengan feri klorida menyebabkan terbentuknya ion kompleks dari gugus hidroksil dengan ion besi yang memberi warna yang berbeda-beda seperti merah, hijau, biru, ungu. Warna yang diperoleh tergantung pada jenis substituen yang terikat pada senyawa fenol. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut,
[Fe6(H2O)6]3+ + 6n                              [Fe(H2O)n(               )(6-n)]3+

5.      Mendeteksi Gugus Aldehida
Aldehid merupakan kelompok senyawa yang mengandung gugus karbonil yang terikat pada sebuah adatu dua buah atom hidrogen. Rumus umum dari senyawa aldehid adalah R-CHO. Senyawa aldehid merupakan senyawa yang dapat dioksidasi oleh oksigen dari udara pada temperatur kamar. Oleh karena itu, apabila suatu aldehida dibuka, wadahnya akan selalu terkontaminasi dari asam karboksilat bersangkutan. Reaksi yang terjadi adalah:
2RCHO + O2 è 2RCOOH                                                               (Fessenden, 1982).
Identifikasi gugus aldehida dapat dilakukan dengan melakukan tes Fehling dan tes Tollen. Tes Fehling dilakukan menggunakan larutan Fehling, dimana larutan ini mengandung ion kompleks tembaga (II) yang disiapkan dengan mencampurkan larutan Fehling A yang mengandung tembaga sulfat, ke dalam larutan Fehling B yang mengandung natrium hidroksida dan garam Rochelle (natrium kalium tartarat). Selama oksidasi aldehid menjadi asam karboksilat, ion tembaga (II) direduksi menjadi tembaga (I) yang mengendap sebagai tembaga (I) oksida yang berwarna merah.
RCHO +  2Cu2+  +  5OH-                RCOO-  +  Cu2O   + 3H2O        (Fessenden, 1982).
Selain tes Fehling, aldehid juga dapat dideteksi dengan tes Tollens dengan menggunakan reagen Tollen. Tes ini didasarkan pada oksidasi asuatu aldehid oleh larutan ion perak (Ag+) dalam basa amonia. Larutan ini mengandung ion kompleks [Ag(NH3)2]+. Oksidasi terhadap aldehid dibarengi dengan reduksi ion perak menjadi logam perak yang tampak sebagai cermin perak.
 AgNO3  +  2NH3                       [Ag(NH3)2]+  +  NO3-
RCHO  +  2[Ag(NH3)2]+  + 3OH-                           RCOO-  + 2 Ag(s)  +  4NH3  +  2 H2O (Fessenden, 1982).

6.      Mendeteksi Gugus Keton
Senyawa keton merupakan suatu senyawa organik yang mempunyai sebuah gugus karbonil yang terikat pada dua buah gugus alkil. Keton tidak mengandung atom hidrogen yang terikat pada gugus karbonil. Rumus umum senyawa keton adalah R-CO-R.
Identifikasi gugus keton dapat dilakukan dengan cara mengendapkan senyawa keton dengan larutan 2,4-dinitrofenilhidrazin (DNP) menghasilkan 2,4-dinitrofenilhidrazon yang berbentuk padat. Contohnya larutan aseton yang ditetesi larutan 2,4-DNP menghasilkan senyawa aseton 2,4-dinitrofenilhidrazon (Mastjeh,1993).
Selain dengan larutan 2,4-DNP, gugus keton juga dapat dideteksi melalui tes iodoform. Tes ini memberikanhasil positif pada gugus karbonil yang mempunyai atom hidrogen pada posisi α. Dalam reaksi ini, terjadi reaksi substitusi hidrogen posisi α dengan atom halogen pada kondisi basa. Jika halogen yang digunakan adalah iodin, maka akan terbentuk endapan endapan kuning iodoform.
CH3C(C6H5)O  +  4 NaOH  +  3 I2  à  ONaC(C6H5)O  + CHI3  +  3 H2O  +  3NaI

7.      Mendeteksi Gugus Karboksil
Asam karboksilat adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus hidoksil. Gugus hidroksil merupakan suatu istilah yang berasal dari karbonil dan hidroksil, mengandung gugus –COOH. Rumus umumya adalah R-COOH. 
Identifikasi gugus karboksil dapat dilakukan dengan tes natrium bikarbonat dan tes pembentukan ester. Jika senyawa tersebut direaksikan dengan larutan NaHCO3 akan menghasilkan gas CO2 yang ditandai dengan munculnya gelembung-gelembung gas. Reaksi yang terjadi adalah: NaHCO3(aq) + RCOOH(l) è RCOONa(aq) + CO2(g) + H2O(l).
Tes pembentukan ester juga dapat dilakukan untuk mendeteksi gugus karboksil. Suatu senyawa karboksil direaksikan dengan alkohol dan asam sulfat pekat yang dipanaskan sebagai katalis akan menghasilkan bau harum buah yang menandakan senyawa tersebut positif mengandung gugus karboksil dan terbentuk senyawa ester. Reaksi yang terjadi adalah: RCOOH + R’OH                       RCOOR’ + H2O                 (Fessenden, 1982).
 

8.      Mendeteksi Gugus Ester
Ester merupakan turunan dari asam karboksilat yang mempunyai rumus umum RCOOR’. Ester berbeda dengan asam karboksilat. Asam karboksilat yang mudah menguap kebanyakan menghasilkan bau busuk, sedangkan ester yang mudah menguap menghasilkan bau harum buah-buahan.
Identifikasi senyawa ester dapat dilakukan dengan melakukan  uji asam hidroksamat. Uji positif terhadap uji asam hidroksamat adalah timbulnya warna merah atau ungu dengan ester-anhidrida, asam klorida akibat pembentukan suatu komplek asam hidroksamat (Muderawan,2008). Asam klorida dan asam anhidrida bereaksi dengan hidroksilamin secara cepat dalam suasana asam, sedangkan ester dalam kondisi asam tidak dapat bereaksi dengan hidroksilamin.
Et-OH
 
RCOR’  +  H2NOH                RCONHOH  + R’OH

9.      Mendeteksi Gugus Eter
Senyawa eter merupakan senyawa organik yang mengandung dua gugus alkil/aril yang salah satu gugusnya terikat pada oksigen. Rumus umum dari senyawa eter adalah R-O-R. Identifikasi senyawa eter dapat dilakukan dengan Tes Feigl, yaitu melakukan uji terhadap gas yang dihasilkan dari pemanasan eter yang dilewatkan pada kertas saring yang telah dibasahi dengan campuran kupri asetat (Cu(CH3COO)2) dan benzidin hidroklorida. Apabila hasil uji di atas menghasilkan warna biru karena adanya endapan benzidin, maka senyawa tersebut menunjukkan adanya gugus eter.

10.  Mendeteksi Gugus Nitro
Gugus nitro (-NO2) sering dijumpai pada berbagai macam senyawa organik, baik yang terikat pada atom C primer (nitroalkana primer) maupun yang terikat pada atom C sekunder (nitroalkana sekunder). Untuk mengidentifikasi nitroalkana primer maupun nitroalkana sekunder dapat dilakukan dengan tes merah-biru. Tes ini dilakukan dengan menambahkan asam nitrit ke zat organik yang kemudian akan membentuk turunan senyawa nitroso yang berwarna biru. Selanjutnya direaksikan dengan NaOH, maka nitroalkana primer akan berubah menjadi garam natrium dan memberikan warna merah, sedangkan nitroalkana sekunder tidak memberikan perubahan apapun.
 


ANALISIS SENYAWA ORGANIK
dasar teori
Penentuan unsur penyusun suatu senyawa organik dapat dilakukan dengan analisis secara kualitatif. Selain menentukan unsur penyusun senyawa organik, analisis secara kualitatif juga dapat menentukan gugus fungsi yang terdapat di dalam senyawa organik tersebut. Dimana, senyawa organik bisa dikelompokkan berdasarkan gugus fungsi yang dimilikinya. Sehingga analisis secara kualitatif sangat membantu menentukan termasuk kelompok apa suatu senyawa organik yang belum diketahui berdasarkan gugus fungsi yang dimilikinya.
Dalam melakukan analisis secara kualitatif, perlu dilakukan pengujian terhadap sifat fisika dari sampel senyawa yang akan diuji. Karena sifat fisika suatu senyawa sangat khas dan umumnya tidak sama dengan senyawa yang lain. Sehingga sifat fisika juga merupakan karakteristik dari suatu senyawa.  Sifat fisika tersebut meliputi titik leleh untuk sampel dalam wujud padatan, titik didih dan indeks bias untuk sampel dalam wujud cairan.
Senyawa organik padatan yang murni (kristal dari senyawa organik murni) umumnya memiliki titik leleh tertentu dan tajam. Titik leleh yang tajam artinya kisaran titik leleh (yaitu perbedaan suhu pada saat kristal mulai meleleh sampai seluruh kristal meleleh) tidak lebih dari 1oC. Bila titik leleh suatu zat tidak tajam atau memiliki rentangan yang tajam, umumnya zat tersebut bukanlah zat murninya, namun di dalam zat tersebut sudah terdapat pengotor. Bila terjadi seperti itu, maka titik leleh zat akan menjadi lebih rendah dari zat murninya. Pengukuran titik leleh dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut balok logam dan juga tabung Thiele. Titik didih (suhu atau temperatur) yang didapat ketika melakukan praktikum sangat dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya, maka perlu dilakukan konversi terhadap hasil yang diperoleh dengan menggunakan rumus:
Vw = Va +  n.γ ( Va - Vδ)
Dimana,
Vw = suhu sebenarnya
V = suhu (titik leleh) yang terbaca
n   = skala termometer yang tercelup ke dalam media
γ   = muai gelas yang nilainya 0,00016
Vδ =  suhu di atas media
            Senyawa organik dalam wujud cairan tidak memiliki titik leleh, tetapi memiliki titik didih dan indeks bias. Titik didih adalah suhu suatu zat saat tekanan uap cairan sama dengan tekanan udara luar. Adanya zat pengotor dalam senyawa yang akan diuji sangat mempengaruhi besarnya titik didih senyawa yang akan diuji. Apabila terdapat zat pengotor dalam senyawa maka titik didih senyawa akan meningkat atau lebih besar dari yang sebenarnya. Selain zat pengotor, titik didih juga dipengaruhi oleh tekanan udara lingkungan. Pengaruh lingkungan dapat dikoreksi dengan menggunakan rumus:
Bp = t + [0,0012 ( 760 – P) ( t + 273)]
Bp = titik didih senyawa
t = titik didih yang teramati
P = tekanan udara pada barometer
Dengan adanya koreksi tersebut maka akan dapat mengurangi pengaruh lingkungan terhadap hasil pengukuran titik didih yang diperoleh.
            Sifat fisika lain adalah indeks bias yang dimiliki oleh senyawa organik dalam wujud cairan, dimana prinsip dari indeks bias adalah perbedaan perambatan gelombang pada media yang berbeda. Apabila suatu berkas cahaya melewati perbatasan permukaan dua jenis media, cahay akan dibiaskan. Indeks bias merupakan tetapan fisik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa cairan dan dapat juga digunakan untuk menentukan kemurnian dari senyawa tersebut. Indeks bias sangat bergantung pada suhu. Untuk senyawa-senyawa organik, indeks bias akan turun dengan naiknya suhu, kira-kira sebesar 4-5 x 10-4 perderajat. Selain bergantung pada suhu, indeks bias juga sangat berganung dari panjang gelombang yang digunakan. Pada umumnya indeks bias diperoleh dengan menggunakan garis spectra dari cahaya kuning natrium, garis D, dengan λ= 589,3 nm. Suhu dan panjang gelombang dari garis spectra ditulis sebagai indeks, misalnya nD25.
            Setelah mengetahui sifat fisika senyawa organik, dilanjutkan dengan melakukan analisis unsur penyusun senyawa. Senyawa organik umumnya terdiri dari karbon(C), hidrogen(H), oksigen(O), nitrogen(N), belerang(N) dan bisa juga terdapat halogen. Dalam mendeteksi masing-masing unsur yang terkandung, diperlukan pereaksi yang spesifik dan khusus.
            Untuk mendeteksi unsur karbon dan hidrogen, senyawa yang akan diuji terlebih dahulu direaksikan dengan tembaga oksida kering(CuO) sambil dipanaskan untuk mempercepat dan menyempurnakan reaksi. Reaksi yang terjadi apabila senyawa tersebut mengandung karbon dan hidrogen adalah:
CxHY + CuO → Cu(s) + H2O(g) + CO2(g)
Kemudian gas CO2 yang dihasilkan dialirkan ke dalam larutan Ca(OH)2, dimana nantinya bila positif terdapat CO2 maka larutan Ca(OH)2 akan berubah menjadi keruh. Persamaan reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
CO2(g) + Ca(OH)2(aq) → Ca(CO)3(s) ↓ + H2O
Keberadaan gas H2O dapat dilakukan dengan menangkap gas H2O dengan kertas kobal (CoCl2),  kertas kobal yang berwarna biru pada awalnya akan berwarna merah setelah terkena gas H2O.
            Unsur yang pada umunya terkandung dalam senyawa organik adalah oksigen (O). cara mendeteksi keberadaan unsur oksigen adalah dengan menggunakan pereaksi feroks (kompleks Fe+3[Fe(CNS)6]-3). Apabila mengandung oksigen, kertas feroks yang ditetesi senyawa sampel maka kertas feroks akan berubah warna menjadi merah.
            Untuk mendeteksi keberadaan unsur belerang, nitrogen, dan halogen terlebih dahulu senyawa sampel ditambahkan dengan padatan logam natrium yang kemudian dipanaskan yang kemudian menjadi ekstrak natrium. Prinsip kerja dari identifikasi ini adalah mengubah unsur-unsur yang berikatan secara kovalen dalam zat organik menjadi garam natrium yang bersifat ionik. Nitrogen dengan adanya karbon diubah menjadi ion sianida (CN-), belerang diubah menjadi ion sulfida (S2-) dan halogen diubah menjadi ion halida (X-). Dalam mendeteksi keberadaan belerang, ekstrak natrium diasamkan dengan asam asetat yang kemudian dididihkan. Gas yang ditimbulkan kemudian dideteksi dengan menggunakan kertas saring yang telah dicelupkan dalam larutan Pb-asetat. Dimana reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Pb(CH3COO)2 + Na2S(g) → PbS(s)↓ + CH3COONa
Bila mengandung belerang maka akan terbentuk warna hitam yang disebabkan adanya PbS. Sisa filtrat dalam tabung ditetesi dengan natrium nitroprusid. Apabila mengandung belerang, maka warna larutan akan berubah menjadi gelap. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Na2S + Na[Fe(CN)­5NO] → Na4[Fe(CN)­5NO]
Keberadaan nitrogen dalam zat yang akan diuji dapat dilakukan dengan menggunakan garam mohr. Nitrogen dalam ekstrak natrium akan diubah menjadi ion sianida (CN-) dan direaksikan dengan FeSO4 (dari garam mohr) yang kemudian dipanaskan. Bila tidak terbentuk endapan hijau tambahkan larutan NaOH dan didihkan sampai terbentuk endapan hijau. Reaksi yang terjadi dalam mendeteksi nitrogen adalah sebagai berikut:
Fe2+ + 6CN- → 3Fe(CN)64-
4Fe2+ + O2 + 2H2O → 4Fe3+ + 4OH-
4Fe3+ + 3Fe(CN)64- → Fe4[Fe(CN)6]3
Bila senyawa sampel mengandung nitrogen, maka indikasinya adalah akan dihasilkan suspensi berwarna biru kehijau-hijauan atau biru prusian.
            Selain mendeteksi unsur penyusun suatu senyawa, mendeteksi gugus fungsi penyusun suatu senyawa juga sangat penting, karena senyawa organik dapat dikelompokkan berdasarkan gugus fungsi yang dimilikinya. Gugus fungsi yang umumnya dimiliki oleh senyawa organik adalah ada atau tidaknya ikatan tidak jenuh, gugus alifatis atau aromatis, gugus hidroksi, gugus fenolat, gugus aldehid, gugus keton, gugus karboksil, gugus eter, gugus ester, dan gugus nitro.
Untuk mendeteksi keberadaan ikatan ketidakjenuhan dapat dilakukan dengan tes Baeyer dan tes bromine. Tes Baeyer menggunakan larutan KMnO4.  Dalam tes ini, KMnO4 yang merupakan oksidator, konsentrasinya akan berkurang setelah reaksi. Hal ini disebabkan karena KMnO4 mengoksidasi ikatan rangkap yang terdapat dalam senyawa dan kemudian menjadi MnO2 yang berwarna kuning kecoklatan sehingga dengan berkurangnya konsentrasi maka warna dari KMnO4 juga akan memudar.
C6H5CHO + MnO4- → C6H5COO- + MnO2
Apabila mengandung ikatan rangkap maka warna larutan KMnO­4 akan memudar.
Dalam tes bromine, menggunakan air brom (Br2). Apabila sampel mengandung ikatan rangkap, maka warna coklat bromine akan berubah menjadi tidak berwarna. Reaksinya adalah sebagai berikut:
  
            Senyawa organik alifatis ataupun aromatis dapat diteteksi dengan menggunakan tes asap. Dalam melakukan tes asap, senyawa organik yang diuji dibakar dalam pembakar spritus. Adanya asap (berwarna gelap) yang ditimbulkan dari hasil pembakaran menunjukkan pembakaran yang tidak sempurna sehingga dihasilkan karbon. Pembakaran yang tidak sempurna itu disebabkan adanya ikatan rangkap yang terkonjugasi dalam senyawa sehingga membutuhkan energy yang cukup besar untuk memutuskan ikatan rangkap terkonjugasinya. Karena energy yang diperoleh tidak cukup besar sehingga terjadi pembakaran yang tidak sempurna. Hal ini dapat digunkan untuk mengidentifikasi senyawa bersifat aromatic(terdapat cincin benzena).
C6H5CHO + O2 → C + 6H2O   (pembakaran tidak sempurna)

Keberadaan gugus hidroksi senyawa alkoholat dapat diketahui dengan melakukan tes asetil klorida. Dalam tes ini, senyawa yang diuji direaksikan dengan asetil klorida yang menghasilkan gas HCl yang apabila didekatkan dengan pada larutan ammonia pekat akan menghasilkan asap putih. Dimana reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
CH3COOCl + OH- → CH3COOH + HCl(g)
HCl + NH3 → NH4Cl
            Mendeteksi gugus fenolat dalam senyawa organik dalam dilakukan dengan tes feriklorida. Senyawa yang mengandung gugus fenol apabila ditambahkan dengan FeCl3 akan berubah menjadi ungu, biru, hijau, atau merah anggur. Hal ini disebabkan karena fenol membentuk kompleks besi berwarna ketika direaksikan dengan feriklorida. Dimana, reaksinya adalah:
[Fe6(H2O)6]3+ + 6n                              [Fe(H2O)n(            )(6-n)]3+
            Gugus aldehid dalam senyawa organik keberadaannya dapat diidentifikasi dengan tes fehling dan tes tollen. Pereaksi fehling terdiri dari dua bagian, yaitu fehling A yang merupakan larutan CuSO4, sedangkan fehling B adalah campuran NaOH dan kalium natrium tartrat (garam rochele). Kedua larutan dicampurkan sehingga diperoleh larutan berwarna biru tua. Reaksi dari aldehid dengan fehling menghasilkan endapan merah tua dari CuO. Reaksi yang terjadi dalam reaksi ini adalah:
RCHO + 2 Cu2+  3OH- → RCOO- 2Cu+ +  2H2O
2Cu+ + 2OH- → Cu2O(s)↓ + H2O
Selain digunakan pereaksi fehling, untuk mendeteksi aldehid juga dapat digunakan tes tollen dengan menggunakan reagen tollen. Larutan ini mengandung ion kompleks [Ag(NH3)4]+. Oksidasi terhadap aldehid dibarengi dengan reduksi terhadap ion perak (I) menjadi logam perak yang tampak sebagai cermin perak di bawah permukaan tabung reaksi. Reaksi yang terjadi dalam tes tollen atau juga biasa disebut dengan tes cermin perak adalah sebagai berikut:
AgNO3 + 2 NH­3 → [Ag(NH3)2]+NO3-
RCHO + 2[Ag(NH3)2]+ + 3OH- →RCOOH + 2Ag(s)↓ + 4NH3 + 2H2O
            Untuk mendeteksi keberadaan gugus keton dalam senyawa organik dapat dilakukan dengan melakukan uji dengan DNP atau uji iodoform. Uji DNP (2,4-dinitrofenilhidrazin) dilakukan dengan melarutkan DNP dalam alcohol, dipanaskan dan kemudian dan kemudian ditambahkna dua tetes asam sulfat pekat. Penambahan dari 2-3mL reagen ini ke dalam keton akan menghasilkan kristal turunan 2,4 DNP yang berwarna  kuning, merah, atau oranye. Sehingga bila terdapat gugus keton dari senyawa yang akan diuji maka larutan akan memberikan warna kuning, merah, atau oranye. Selain dengan uji DNP pengidentifikasian terhadap gugus keton dapat dilakukan dengan tes iodoform untuk metil keton. Dalam tes iodoform, prinsip kerjanya adalah halogenasi alfa, yaitu reaksi halogenasi terhadap gugus keton pada atom karbon alfa. Gugus metil dari suatu metil keton diiodinasi bertahap sampai terbentuk iodoform (CHI3) padat dan berwarna kuning. Tes iodoform ini terjadi menurut reaksi:
OH-
 
RCOCH3 + I2               RCOO- + CHI3(s)
                Keberadaan gugus karboksil dalam suatu senyawa dapat diidentifikasi dengan mereaksikannya dengan natrium bikarbonat (NaHCO3), dimana dari reaksi ini akan dihasilkan gas CO2. Reaksi yang terjadi dari reaksi antara karboksil dengan natrium bikarbonat adalah sebagai berikut:
RCOOH + NaHCO3 → RCOO-Na+ + H2O + CO2(g)
H+
 
Untuk mengetahui reaksi ini telah berlangsung, maka dapat diamati dari gelembung gas (CO2) yang dihasilkan. Selain dilakukan uji dengan natrium bikarbonat, identifikasi gugus karboksil juga dapat dilakukan dengan tes esterifikasi(pembentukan ester) dari senyawa karboksil. Suatu ester asam karboksil ialah suatu senyawa yang mengandung gugus –CO2R, dimana R dapat berupa aril ataupun alkil. Suatu ester dapat dibentuk dengan reaksi langsung antara asam karboksilat dengan suatu alcohol. Dalam reaksi esterifikasi ini dibutuhkan katalis asam dengan pemanasan. Reaksi esterifikasi yang terjadi adalah:
RCOOH + ROH             RCOOR + H2O
Keberadaan gugus ester dari proses esterifikasi asam karboksilat dapat diketahui dari bau harum seperti buah yang ditimbulkannya.
Pengujian terhadap gugus ester dilakukan dengan mengunakan pereaksi larutan jenuh hidroksilamin hidroklorida, KOH, larutan FeCl3 dan larutan HCl. Keberadaan ester diketahui apabila terjadi perubahan warna yakni menjadi merah anggur.
Pengujian terhadap gugus eter dilakukan dengan menggunakan pereaksi campuran kupriasetat dan benzidin hidroklorida. Keberadaan eter akan terdeteksi apabila kertas saring berubah warna berubah menjadi biru. Hal ini karena bereaksinya campuran dengan zat organik yang menghasilkan biru benzidin pada kertas saring.
Pengujian terhadap gugus nitro dilakukan dengan menggunakan pelarut nitrit dan pereaksi NaOH. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah tergolong nitroalkana primer atau nitroalkana sekunder. Senyawa dengan gugus nitro akan tergolong nitroalkana primer apabila setelah penambahan pereaksi NaOH berubah warna merah, sedangkan akan tergolong primer apabila tidak terjadi perubahan warna setelah penambahan pereaksi.