- vogel_practical_organic_chemistry_5th
- Water Chemistry Industrial and Power Plant Water Treatment
- Analytical.Chemistry.and.in.General.Scientific.Data.Analysis.Cambridge.University
- Encyclopedia Of Chemistry (Science Encyclopedia)
- ENVIRONMENTAL SOIL AND WATER CHEMISTRY
- Essentials of Pharmaceutical Chemistry, 3rd Edition
- Polymer characterization - Laboratory techniques and analysis
- Environmental Chemistry
- ENCYCLOPEDIA OF INDUSTRIAL CHEMISTRY
- VOGEL'S TEXTBOOK OF QUANTITATIVE CHEMICAL ANALYSIS
- vogel qualitative inorganic analysis 5thed
- Dictionary of Chemistry
- How to Solve Word Problems in Chemistry
- Free Energy Calculations (2007),theory & applications in biology & chemistry
- Essential Chemistry Atoms, Molecules, and Compounds
- High-Resolution NMR Techiques in Organic Chemistry
- Modelling 1H NMR Spectra of Organic Compounds - Theory, Applications and NMR Prediction Software
- NMR Logging principles and Applications
- High_Resolution_NMR_-_Theory_and_Chemical_Applications
- A Handbook of Spectroscopic Data CHEMISTRY
Friday, May 18, 2012
free download analytical chemistry
Thursday, May 17, 2012
free download organic chemistry book
free download organic chemistry book
- Fundamentals of Organic Chemistry Solomon
- McMurry - Organic Chemistry 7e
- Encyclopedia Of Chemistry (Science Encyclopedia)
- Instant Notes in Organic Chemistry
- vogel_practical_organic_chemistry_5th_edition
- General Chemistry
- Lange's Handbook Of Chemistry
- Industrial Organic Chemistry
- Foye's principles of medicinal chemistry
- Organic Chemistry Clayden Solutions Manual
- organic chemistry - The Art of Drug Synthesis - D. Johnson, J. Li (Wiley, 2007) WW
- Chemistry_-_Food_Processing_Technology_Principles_And_Practice
- Advanced Organic Chemistry Part A - Structure and Mechanisms, 5th ed (2007)
- Essentials of Pharmaceutical Chemistry, 3rd Edition
- (Ebook) Secrets To Creating Chemistry (Nlp, Relationship)
- Food Chemistry,4th Edition
- Solvents_and_Solvent_Effects_in_Organic_Chemistry__3rd_Edition
- A_Guidebook_to_Mechanism_in_Organic_Chemistry_-_Peter_Sykes
- fundamentals_of_medicinal_chemistry
- Experimental Organic Chemistry
- Organic Chemistry - Student Study Guide and Solutions Manual
- GRE Chemistry Practice Book
- A Handbook of Spectroscopic Data CHEMISTRY
- Chemistry_for_Environmental_Engineering_and_Science
- The Organic Chemistry Of Drug Synthesis, Vol 1 (Wiley, 1977)
- Clayden_-_Organic_chemistry
- Organic Chemistry Laboratory manual
- Medicinal Chemistry
- Organic Chemistry as a Second Language II
- Advanced_Practical_Organic_Chemistry
- Arneson Clinical Chemistry - A Laboratory Perspective
- Wiley - The Organic Chemistry of Drug Synthesis Vol 4
- Laboratory Methods of Organic Chemistry
- food_chemistry_-__2007
- Exercises in Synthetic Organic Chemistry - CHIARA GHIRON
- Chemistry for Pharmacy Students - General, Organic and Natural Product Chemistry-sarker,nahar
- Organic_Chemistry_4th_ed_-_Paula_Bruice
- Fundamentals of Environmental Chemistry
- How to Solve Word Problems in Chemistry
- Dictionary of Chemistry
- Free Energy Calculations (2007),theory & applications in biology & chemistry
- Organic_Chemistry,Solutions_Manual_Clayden_Greeves_Warren_Wothers
- Chemical Engineering - Solving General Chemistry Problems (5e, 1980)
- (Oxford-University-Press)_Organic_Chemistry
- Handbook of Green Chemistry and Technology
- School Chemistry Laboratory Safety Guide
- Chemistry of Drugs
- Organic Chemistry (5th Edition) by Paula Yurkanis Bruice
- Essential Chemistry Atoms, Molecules, and Compounds~tqw~_darksiderg
- Wiley - The Organic Chemistry of Drug Synthesis Vol 2
- chemistry and molecular aspects of drug
- Orbital interaction theory of organic chemistry 2ed 2001 - Rauk
- Elements_of_Organic_Chemistry[1]
Wednesday, May 16, 2012
free download physical chemistry book
free download physical chemistry book
- Guide to Essential Math A Review for Physics, Chemistry and Engineering Students
- Handbook of Chemistry and Physics 89th Ed (2009)
- Atkins'_Physical_Chemistry_Solution_Manual_(7th_Ed)
- Polymer Chemistry
- Monk_physical Chemistry-Understanding Our Chemical World
- ENVIRONMENTAL SOIL AND WATER CHEMISTRY
- Applied Mathematics for Physical Chemistry
- Handbook of Chemistry and Physics 88th edition
- CRC Handbook of Chemistry and Physics - 87th ed [2006-2007]
- instant notes in physical chemistry
- A Handbook of Spectroscopic Data CHEMISTRY
- Principles of quantum mechanics, as applied to chemistry and chemical physics
- Physical Chemistry Complete Solutions Manual
- High-Resolution NMR Techiques in Organic Chemistry
- Physical Chemistry
- Applied Colloid and Surface Chemistry
- Lea's Chemistry of Cement and Concrete
- Quantum Chemistry
- An introduction to environmental chemistry and pollution
- Physical Chemistry of Macro Molecules - Basic Principles and Issues
- Chemistry Science Fair Projects 1
- Chemistry Science Fair Projects 2
- physical Chemistry-Understanding Our Chemical World
- Principles of Environmental Chemistry
- Dynamics of Fluids in Porous Media Dover Books on Physics and Chemistry by Jacob Bear - 5 Star Review
- How to Solve Word Problems in Chemistry
- Industrial Dyes (Chemistry, Properties, Applications)
- Chemistry - Industrial Solvents Handbook, 5Th Ed
- Dictionary of Chemistry
- Handbook of Green Chemistry and Technology
- Essential Chemistry Atoms, Molecules, and Compounds
- Physical chemistry of surfaces 6ed - Adamson & Gast
- Chemistry of the Textile Industry
- Elements_of_Environmental_Chemistry__Wiley__2007_
- Solid State Chemistry
- Engineering chemistry
- Introduction to Chemistry II
- The Chemistry of Dyeing
- PRINCIPLES_OF_QUANTUM_MECHANICS-as_Applied_to_Chemistry_and_Chemica¶l_Physics
- Green Chemistry and Catalysis
- Physical_Chemistry_of_Foods
- Chemistry of Textile Finishing
- Chemistry_for_Environmental_Engineering_and_Science
- Water Chemistry Industrial and Power Plant Water Treatment
- Basic Training in Chemistry
- CRC Handbook of Chemistry and Physics 85th edition
- nuclear chemistry
- Chemistry Of Spices
- Surface Cotton Chemistry
- M. - Physical Chemistry 3ed 2008
- Chemistry Of Elements - 2nd Ed. - G. & E
- An introduction to environmental chemistry and pollution
- World of Chemistry
- Physical Chemistry Solutions Manual - Thermodynamics Module
- Encyclopedia Of Chemistry (Science Encyclopedia)
- chemistry of soils
- GLOSSARY OF TERMS USED IN PHYSICAL ORGANIC CHEMISTRY
- Chemistry of Precious Metals - S.A. COTTON
- physical chemistry
- notebook of physical and chemistry
- Handbook Of Chemistry And Physics - 2005
- advances in quantum chemistry
Friday, May 11, 2012
laporan praktikum kimia organik
REAKSI ELEMINASI
dasar teori
RCOR’ + H2NOH RCONHOH + R’OH
RCOCH3 + I2
RCOO- + CHI3(s)↓
Untuk mengetahui reaksi ini telah
berlangsung, maka dapat diamati dari gelembung gas (CO2) yang
dihasilkan. Selain dilakukan uji dengan natrium bikarbonat, identifikasi gugus
karboksil juga dapat dilakukan dengan tes esterifikasi(pembentukan ester) dari
senyawa karboksil. Suatu ester asam karboksil ialah suatu senyawa yang
mengandung gugus –CO2R, dimana R dapat berupa aril ataupun alkil.
Suatu ester dapat dibentuk dengan reaksi langsung antara asam karboksilat
dengan suatu alcohol. Dalam reaksi esterifikasi ini dibutuhkan katalis asam
dengan pemanasan. Reaksi esterifikasi yang terjadi adalah:
dasar teori
Reaksi eleminasi merupakan reaksi pembentukan ikatan
rangkap dengan cara mengeleminir dua atau empat atom atau gugus yang terikat
pada atom yang berdekatan dengan molekul substrat. Reaksi eleminasi ada dua
yaitu eleminasi unimolekuler (E1) dan eleminasi bimolekuler (E2).
Reaksi eleminasi unimolekuler merupakan reaksi tingkat satu dan terdiri secara
bertahap, dimana laju reaksinya hanya ditentukan dari konsentrasi substrat.
Dalam reaksi eleminasi unimolekuler terjadi pembentukan ion karbonium, sehingga
dalam reaksinya menggunakan pelarut polar. Sedangkan reaksi eleminasi
bimolekuler merupakan reaksi tingkat dua dan terjadi secara serempak (satu
langkah) tanpa adanya pembentukan ion karbonium. Sehingga pelarut yang
digunakan dalam reaksi ini adalah pelarut nonpolar. Perhitungan laju reaksi
dari reaksi eleminasi bimolekuler ditentukan oleh konsentrasi dari substrat dan
basa lewis yang digunakan dalam reaksi (kimia organik lanjut)
Senyawa alkena yang memiliki ikatan rangkap dua
dapat dibuat melalui reaksi eleminasi terhadap alkohol sekunder. Salah satu
contohnya adalah pembentukan sikloheksena melalui eleminasi terhadap
sikloheksanol. Dalam reaksi ini terjadi pelepasan molekul air yang diakibatkan
oleh adanya katalis asam (H+). Pemrotonan gugus hidroksil pada
alkohol menyebabkan hilangnya air dalam reaksi ini. Adanya spesi ion dalam
reaksi eleminasi ini menandakan reaksi menggunakan pelarut polar dan merupakan
reaksi eleminasi unimolekuler(E1).
Katalis asam yang sering digunakan dalam melakukan
reaksi eleminasi ini adalah asam sulfat pekat atau asam posfat. Namun,
penggunaan asam sulfat yang memiliki sifat selain sebagai asam kuat, juga
sebagai oksidator kuat sehingga dapat menyebabkan terjadinya oksidasi terhadap
senyawa alkohol sehingga asam posfat lebih baik digunakan sebagai katalis dalam
reaksi eleminasi.
Dalam reaksi pembentukan sikloheksena melalui
eleminasi terhadap sikloheksanol menggunakan katalis asam posfat yang kemudian
dipanaskan. Mekanisme reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Sumber : Kimia
Organik 1 Terbitan Keempat
ISOMERISASI GEOMETRI ASAM MALEAT MENJADI ASAM FUMARAT
dasar teori
Tata
letak atau susunan atom-atom dalam suatu senyawa sangat mempengaruhi sifat
fisika maupun kimia dari senyawa. Hal ini dapat dilihat dari asam maleat dan
fumarat yang memiliki perbedaan sifat fisika dan kimia padahal memiliki rumus
molekul yang sama yaitu HO2CCH=CHCO2H.
Asam maleat dan fumarat merupakan isomer cis dan trans dari asam butendioat.
Pada umumnya, senyawa yang berada pada posisi trans lebih banyak ditemukan
dalam sistem kesetimbangan dan merupakan senyawa yang lebih stabil dari isomer pada posisi cis.
|
|
Perubahan
isomer dari yang satu ke yang lainnya dapat berlangsung dapat berlangsung
melalui senyawa antara yang bersifat ion atau radikal bebas. Begitu pula dengan
asam maleat (posisi cis) yang dapat mengalami isomerisasi menjadi asam fumarat
(posisi trans) yang lebih stabil dengan cara ditambahkan asam klorida dan
direfluks. Asam fumarat memiliki kelarutan yang lebih rendah dalam air
dibandingkan dengan asam maleat sehingga mudah mengkristal selama proses
refluks berlangsung.
Adapun
beberapa sifat fisika dari asam maleat dan fumarat adalah sebagai berikut:
Senyawa
|
Mr
|
Kelarutan
dalam 100 g air
|
Titik leleh(oC)
|
|
Pada 100oC
|
Pada 20oC
|
|||
Asam maleat
|
116,03
|
400
|
79
|
130,5
|
Asam fumarat
|
116,03
|
9,8
|
0,7
|
302
|
a)
Asam maleat
Asam
maleat merupakan asam-cis-butendioat atau disebut juga asam toksilat, merupakan
senyawa dikarboksilat. Dalam senyawa ini, terdapat gugus etilena yang berikatan
dengan dua gugus asam karboksilat. Asam maleat dapat membentuk ikatan hidrogen
intramolekuler, hal ini dapat menyebabkan keasaman dari asam maleat lebih
tinggi dari asam fumarat dan kelarutan dalam air yang berhubungan dengan
kepolaran asam maleat lebih tinggi dari asam fumarat. Namun dengan adanya
ikatan intramolekuler tersebut menyebabkan titik leleh dari asam maleat lebih
rendah dari asam fumarat.
|
Sumber
utama asam maleat adalah anhidrida maleat yang dihasilkan secara komersil
melalui oksidasi benzene. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
|
|
Untuk
mendapatkan asam maleat dari anhidrida asam maleat dapat dilakukan dengan
melarutkan anhidrida asam maleat dalam air. Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut:
|
|
b)
Asam fumarat
Asam
fumarat merupakan asam-trans-butendioat. Asam fumarat berupa kristal berwarna
putih. Titik leleh dari asam fumarat cukup tinggi, dan jika dibandingkan dengan
isomer strukturnya yaitu asam maleat, titik leleh asam fumarat jauh lebih
tinggi. Hal ini disebabkan karena asam fumarat dapat membentuk ikatan hidrogen
antarmolekulnya, sehingga dibutuhkan energi yang cukup besar untuk merusak
ikatan tersebut sehingga asam fumarat dapat meleleh.
Gambar ikatan hidrogen
antar molekul asam fumarat
Asam
maleat merupakan asam yang lebih lemah dari asam maleat dengan Ka sebesar 9,6 x
10-6. Jauh lebih lemah dari asam maleat yang memiliki Ka sebesar 10-2.
c)
Isomer geometri
Senyawa
yang memiliki isomer geometri merupakan senyawa dengan rumus molekul yang sama
namun susunan atom-atomnya tidak sama. Asam maleat dan asam fumarat adalah
salah satu contohnya.
Asam
maleat dapat diubah menjadi asam fumarat dengan bantuan HCl pekat. Dengan
adanya H+ dari HCl menyebabkan pemutusan ikatan rangkap (ikatan phi)
dari asam maleat, kemudian ikatan sigma yang terjadi menyebabkan strukturnya
dapat berputar menjadi lebih stabil(dalam posisi trans lebih stabil). Kemudian
pelepasan H+ menyebabkan terbentuknya asam fumarat pada akhir
reaksi.
|
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KARBOHIDRAT PADA KENTANG
dasar teori
Karbohidrat
merupakan sumber energi utama bagi tubuh manusia, yang menyediakan 4 kalori
(kilojoule) energi pangan per gram. Karbohidrat juga mempunyai peranan penting
dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur,
dan lain-lain. Dalam tubuh manusia karbohidrat dapat dibentuk dari beberapa
asam amino dan sebagian lemak. Tetapi sebagian besar karbohidrat diperoleh dari
bahan makanan yang dimakan sehari-hari, terutama bahan makanan yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan. Contoh makanan sehari-hari yang mengandung karbohidrat
adalah pada tepung, gandum, jagung, beras, kentang, sayur-sayuran dan lain
sebagainya.
Karbohidrat adalah senyawa polihidroksi aldehid,
polihidroksi keton atau senyawa yang dapat dihidrolisis menjadi jenis senyawa
tersebut. Karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis menjadi senyawa yang lebih
sederhana disebut monosakarida, seperti glukosa dan fruktosa. Karbohidrat yang
dapat dihidrolisis menjadi dua molekul monosakarida disebut disakarida, seperti
maltosa dan sukrosa. Karbohidrat yang dapat dihidrolisis menjadi banyak molekul
monosakarida disebut polisakarida, seperti amilum dan selulosa (Frieda Nurlita,
2004).
Pati merupakan senyawa polisakarida yang terdiri dari
monosakarida yang berikatan melalui ikatan oksigen. Monomer dari pati adalah
glukosa yang berikatan dengan ikatan α(1,4)-glikosidik, yaitu ikatan kimia yang
menggabungkan 2 molekul monosakarida yang berikatan kovalen terhadap sesamanya.
Pati merupakan zat tepung dari karbohidrat dengan suatu polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu amilosa 20% (larut) dan amilopektin
80% (tidak larut).
Gambar1. Struktur molekul pati
Sumber: Wikipedia, 2010
Amilosa merupakan komponen pati yang mempunyai rantai
lurus dan larut dalam air. Amilosa memberikan sifat keras (pera) dan
memberikan warna ungu pekat pada tes iodin.
Umumnya, amilosa tersusun dari satuan glukosa yang bergabung melalui ikatan
α-(1,4) D-glukosa.
Gambar 2. Struktur amilosa
Sumber: Wikipedia, 2010
Sedangkan amilopektin merupakan suatu polisakarida
yang jauh lebih besar daripada amilosa dan mengandung 1000 satuan glukosa atau
lebih per molekul dan menyebabkan sifat lengket. Seperti rantai dalam amilosa,
rantai utama dari amilopektin mengandung 1,4’-α-D-glukosa dan terdapat
percabangan rantai, sehingga terdapat satu glukosa ujung untuk kira-kira tiap
25 satuan glukosa. Ikatan pada titik percabangan ialah ikatan 1,6’-α-glikosida
(Ralph J. Fessenden, 1982).
Gambar 3. Struktur amilopektin
Sumber: Wikipedia, 2010
Pati dapat dihasilkan dari beberapa macam sumber
antara lain dari biji-bijian dan umbi-umbian. Pati yang berasal dari
biji-bijian dapat berasal dari serealia seperti jagung, gandum, beras, sorghum
dan dari kacang-kacangan. Adapun dari umbi-umbian, pati dapat dihasilkan dari
singkong dan kentang. Selain dari kedua sumber tersebut, pati juga dapat
dihasilkan dari batang tanaman, seperti pati sagu, dan dari daging buah muda
seperti pisang (Anonim, 2009).
Secara teori, dalam 100 gram kentang terdapat 19,1
gram pati. Dalam buah kentang, amilum (pati) terdapat pada amiloplas (tempat
menyimpan amilum). Amiloplas merupakan bagian dari jenis plastida yang disebut
lekoplas. Lekoplas merupakan plastida berwarna putih berfungsi
sebagai penyimpan makanan. Butir pati terdiri atas lapisan-lapisan yang
mengelilingi suatu titik yang disebut hilum. Hilum pada kentang terletak
di pinggir (eksentrik). Butir-butir pati apabila diamati dengan menggunakan
mikroskop, ternyata berbeda-beda bentuknya, tergantung dari tumbuhan apa pati
tersebut diperoleh. Bentuk butir pati pada kentang berbeda dengan yang berasal
dari terigu atau beras.
bentuk butir-butir pati pada kentang
|
kentang merupakan salah satu tanaman
yang mengandung pati
|
Sumber: Wikipedia, 2010
|
Banyak cara yang dapat digunakan untuk menentukan
banyaknya karbohidrat dalam suatu bahan yaitu antara lain dengan cara kimiawi,
cara fisik, cara enzimatik dan cara kromatografi. Penentuan karbohidrat polisakarida
maupun oligosakarida memerlukan perlakuan pendahuluan yaitu hidrolisa terlebih
dahulu sehingga diperoleh monosakarida. Untuk keperluan ini maka bahan
dihidrolisa dengan asam atau enzim pada suatu keadaan yang tertentu.
2.1 Uji
Iodium
Pati
yang berikatan dengan (I2) akan menghasilkan warna biru. Hal ini
disebabkan oleh struktur molekul iodin dan terbentuklah warna biru. Apabila
pati dipanaskan, spiral merenggang, molekul-molekul iodine terlepas sehingga
warna biru menghilang. Dari percobaan-percobaan didapat bahwa pati akan
merefleksikan warna biru bila berupa polimer glukosa yang lebih besar dari dua
puluh, misalnya molekul-molekul amilosa. Bila polimernya kurang dari dua puluh
seperti amilopektin, maka akan dapat dihasilkan warna merah. Sedangkan dekstrin
dengan polimer 6,7 dan 8 membentuk warna coklat. Polimer yang lebih kecil dari
5 tidak memberikan warna dengan iodin (Anonim, 2010 dalam Winarno FG, 2004).
2.2 Uji
Molisch
Uji Molisch adalah uji umum untuk karbohidrat.
Pereaksi molisch yang terdiri dari α-naftol dalam alkohol akan bereaksi dengan
furfural tersebut membentuk senyawa kompleks berwarna ungu yang disebabkan oleh
daya dehidrasi asam sulfat pekat terhadap karbohidrat. Terbentuknya cincin ungu
menyatakan bahwa larutan yang diperiksa mengandung karbohidrat. Reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut.
H O
│ ║
CH2OH—HCOH—HCOH—HCOH—C=O
+
H2SO4 → ─C—H
+
│
OH
pentosa
furfural α-naftol
H
│
CH2OH—HCOH
— HCOH—HCOH—HCOH —C=O + H2SO4
heksosa
O
║
→ H2C─ ─C—H +
│ │
OH OH
5-hidroksimetil
furfural α-naftol
Rumus dari cincin ungu yang
terbentuk adalah sebagai berikut.
O
║
║ __SO3H
H2C─ ─────C───── ─OH
Cincin ungu
senyawa kompleks
2.3 Uji
Fehling atau Benedict untuk Gula Reduksi
Larutan
Fehling terdiri dari dua lapisan. Larutan Fehling A dibuat dengan melarutkan
kristal Cu (II) sulfat ke dalam air yang mengandung beberapa tetes asam sulfat
encer. Larutan Fehling B dibuat dengan melarutkan NaOH dan natrium kalium
tartarat (garam Rochelle) ke dalam air. Pereaksi Fehling digunakan dengan
mencampurkan Fehling A dan B dengan volume yang sama. Jika terdapat gula
pereduksi pada cuplikan maka warna biru dari pereduksi Fehling akan hilang dan
endapan merah atau kuning dari Cu2O akan terbentuk.
O O
║
║
R—C—H + 2Cu2+ [tartarat] + 5OH- →
R—C—O- + Cu2O
+ 3H2O
Pereaksi
Benedict mengandung atom Cu yang terikat sebagai kompleks. Pereaksi ini dapat
mengoksidasi gula pereduksi seperti halnya larutan Fehling. Pereaksi Benedict
dapat mendeteksi gula dengan konsentrasi 0,01%. Endapan Cu2O dapat
berwarna merah, kuning atau hijau kekuningan bergantung pada warna asal dan
jumlah gula pereduksi yang direaksikan.
Larutan
Benedict dibuat dengan melarutkan natrium sitrat (Na3C6H5O7.
11H2O) dan zat anhidrous. Melarutkan CuSO4 hidrat ke
dalam air dan memasukkannya perlahan-lahan ke dalam larutan sitrat. Jika dalam
cuplikan tidak terdapat gula pereduksi, maka larutan jernih. Jika terdapat gula
pereduksi, maka akan terbentuk endapan Cu2O.
Berikut reaksi yang terjadi:
O O
║ ║
R—C—H + 2Cu2+ [sitrat] →
R—C—H + Cu2O
2.4
Hidrolisis dengan asam
Dalam asam, polisakarida atau disakarida akan terhidrolisis
parsial menjadi sebagian kecil monomernya. Hal inilah yang menjadi dasar untuk
membedakan antara polisakarida, disakarida, dan monosakarida. Monomer gula
dalam hal ini bereaksi dengan fosfomolibdat membentuk senyawa berwarna biru.
Dibanding dengan monosakarida, polisakarida yang terhidrolisis oleh asam
mempunyai kadar monosakarida yang lebih kecil, sehingga intensitas warna biru
yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan larutan monosakarida.
2.5
Hidrolisis dengan Enzim
Hidrolisis dengan enzim dapat menghasilkan beberapa
produk hidrolisat pati dengan sifat-sifat tertentu yang didasarkan pada nilai
DE (ekuivalen dekstrosa). Nilai DE 100 adalah murni dekstrosa sedangkan nilai
DE 0 adalah pati alami. Hidrolisat dengan nilai DE 50 adalah maltosa, nilai DE
di bawah 20 adalah maltodekstrin, sedangkan hidrolisat dengan DE berkisar
antara 20-100 adalah sirup glukosa.
2.6 Uji
Osazon
Pada
uji Osazon, yang mendasarinya adalah pemanasan karbohidrat yang memiliki gugus
aldehida atau keton bersama fenilhidrazin berlebihan akan membentuk hidrazon
atau osazon. Hidrazon merupakan substansi yang mudah larut (soluble) dan sulit diisolasi. Sedang
osazon kebalikannya, ia relatif tidak melarut dan membentuk kristal yang
bentuknya spesifik untuk setiap jenis sakarida. Reaksi pembentukan osazon
adalah sebagai berikut:
Osazon dari disakarida larut dalam air
mendidih dan terbentuk kembali bila didinginkan, namun sukrosa tidak membentuk
osazon karena gugus aldehida dan keton yang terikat pada monomernya tidak
bebas, sebaliknya osazon monosakarida tidak larut dalam air mendidih.
Hidrolisis
osazon dengan asam hidroklorat pekat
menghasilkan suatu osone. Jika osone ditambahkan dengan Zn dan asam
asetat maka gugus aldehidnya akan tereduksi membentuk ketosa. Reaksi ini
kemudian dijadikan suatu metode untuk mengkonversi aldosa menjadi ketosa,
sebagai contoh mengubah glukosa menjadi fruktosa.
REAKSI OKSIDASI REDUKSI
dasar teori
Secara umum, reaksi reduksi dan oksidasi (redoks)
merupakan reaksi yang melibatkan serah terima elektron. Zat yang menerima
elektron dan mengalami penurunan bilangan oksidasi disebut oksidator dan
mengalami reaksi reduksi, sedangkan zat yang melepaskan elektron dan mengalami
peningkatan bilangan oksidasi disebut zat reduktor dan mengalami reaksi
oksidasi. Namun pengertian reaksi reduksi dan oksidasi tidak hanya sebatas itu
saja, reaksi reduksi dan oksidasi juga dapat dilihat dari jumlah atom hidrogen
dalam senyawa tersebut (umumnya pada senyawa organik). Senyawa yang mengalami
penambahan jumlah atom hidrogen merupakan senyawa yang mengalami reaksi
reduksi, sedangkan senyawa yang mengalami pengurangan jumlah atom hidrogen
merupakan senyawa yang mengalami reaksi oksidasi. Selain dari keberadaan atom
hidrogen, keberadaan atom oksigen juga bisa digunakan sebagai penentuan zat
oksidator dan reduktor, terutama dalam reaksi organik. Zat yang menyumbangkan
oksigen merupakan zat oksidator (mengalami reduksi) sedangkan zat yang menerima
oksigen merupakan zat reduktor (mengalami oksidasi).
Dalam oksidasi terhadap senyawa
alkohol, terjadi dehidrogenasi dalam senyawa alkohol tersebut, dimana hidrogen
yang hilang berasal dari atom karbon yang mengikat gugus hidroksi dan atom
hidrogen yang berikatan dengan oksigen sehingga membentuk ikatan rangkap antara
karbon dengan oksigen. Oksidasi terhadap senyawa alkohol primer, sekunder dan
tersier akan memberikan hasil yang berbeda.
Alkohol primer ketika dioksidasi akan menghasilkan
aldehid dan bila dioksidasi lebih lanjut menghasilkan asam karboksilat seperti
reaksi berikut:
Alkohol sekunder bila dioksidasi akan menghasilkan
senyawa keton, menurut reaksi berikut:
Oksidasi
alkohol sekunder bisa dilakukan dengan menggunakan oksidator dikromat seperti
kalium dikromat. Diamana reaksinya adalah sebagai berikut:
Pembentukan
asam kromat
K2Cr2O7
+ H2O + H2SO4 2H2CrO4
+ HSO4-
Penguraian
asam kromat
H2CrO4
+ H2O H+
+ HCrO4-
Pembentukan
ester kromat
eleminasi
ester kromat
Tahap
berikutnya
Sumber
J.March.1977. Advance Organic Chemistry Reactions, Mechanisms, and Structure.
Sikloheksanon
yang terbentuk adalah 90%. Perubahan yang bisa diamati dari reaksi ini adalah
perubahan warna, dimana asam kromat yang berwarna oranye berubah menjadi hijau
yang menunjukkan telah terbentuk Cr(III). Spesi Cr(IV) yang sempat terbentuk
dalam reaksi tersebut sangat tidak stabil sehingga akan berubah menjadi
Cr(III).
Sedangkan alkohol tersier tidak dapat dioksidasi,
berbeda dengan alkohol primer dan sekunder.
REAKSI SUBSTITUSI
dasar teori
Reaksi substitusi merupakan reaksi
pergantian satu atom atau gugus atom dalam suatu senyawa oleh atom atau gugus
lain. Reaksi substitusi ada yang melibatkan nukleofil yang disebut substitusi
nukleofilik (SN). Sedangkan
reaksi substitusi yang melibatkan elektrofil disebut reaksi substitusi elektrofilik.
Reaksi
substitusi nukleofilik terdiri dari dua, yaitu substitusi nukleofilik
unimolekuler (SN1) dan substitusi nukleofilik bimolekuler (SN2).
Dalam reaksi substitusi nukleofilik bimolekuler (SN2), laju reaksi ditentukan oleh substrat dan
nukleofil . Dimana persamaan lajunya adalah:
Laju
reaksi = k [substrat] [nukleofil]
Dari
persamaan tersebut dapat dilihat bahwa yang menentukan laju reaksi adalah
substrat dan nukleofil, dalam dalam reaksinya terdapat suatu keadaan yang
disebut dengan keadaan transisi, seperti gambar berikut:
Dimana
Y- adalah substrat dan X adalah gugus yang akan pergi. Pada keadaan
transisi atom karbon berada pada hibridisasi sp2 sehingga bentuknya
datar terhadap R dan H sedangkan X dan Y tegak lurus terhadap bidang.
Dalam
reaksi substitusi nukleofilik bimolekuler (SN2), pelarut yang
terlibat adalah pelarut nonpolar atau hanya sedikit polar. Hal ini menyebabkan
dalam reaksi substitusi nukleofilik bimolekuler (SN2) tidak
terbentuk spesi ion.
Berbeda
dengan reaksi substitusi nukleofilik bimolekuler (SN2), laju reaksi substitusi nukleofilik unimolekuler (SN1)
hanya ditentukan oleh satu molekul saja yaitu molekul substrat. Dimana persamaannya
adalah:
Laju
reaksi = k [substrat]
Reaksi
substitusi nukleofilik unimolekuler (SN1) terdiri dari dua tahap.
Tahap pertama melibatkan ionisasi alkil halida menjadi ion karbonium. Tahap ini
berlangsung lambat dan merupakan tahap penentu laju reaksi.
Tahap
kedua dari reaksi ini adalah melibatkan serangan nukleofil secara cepat
terhadap ion karbonium.
Dalam
reaksi substitusi nukleofilik unimolekuler (SN1), pelarut yang
terlibat adalah pelarut polar. Hal ini menyebabkan substrat mempermudah
substrat mengalami ionisasi dan menstabilkan ion yang dihasilkan.
Selain
reaksi substitusi nukleofilik (suka muatan positif) terdapat juag reaksi
substisusi yang dilakukan oleh gugus yang menyukai elektron yang disebut raksi
substitusi elektrofilik. Benzena dan senyawa aromatik lainnya merupakan sumber
elektron karena terdapat awan elektron π dalam cincin benzena. Kestabilan dari
cincin benzena menyebabkan reaksi benzena dengan reagen nukleofil berbeda dengan
alkena. Pada benzena berlangsung reaksi substitusi elektrofilik sedangkan pada
alkena terjadi reaksi adisi elektrofilik. Reaksi substitusi aromatik
elektrofilik meliputi nitrasi, halogenasi, sulfonasi, dan reaksi
Friedel-Crafts.
Nitrasi
dapat dilakukan dengan mencampurkan asam nitrat dengan benzena dan asam sulfat
pekat dalam pemanasan. Reaksinya adalah:
Contoh
lain dari nitrasi adalah penambahan bromobenzen dengan asam sulfat dan asam
nitrat yang akan menghasilkan 4-bromo-nitrobenzen. Reaksinya adalah:
Dalam
proses nitrasi ini produk yang dihasilkan kebanyakan adalah orto dan para, hal
ini dikarenakan gugus halogen merupakan pengarah orto dan para, namun mungkin
juga terjadi pada posisi meta tapi sangat sedikit dari total produk yang
dihasilkan. Senyawa orto-bromo-nirobenzen memiliki titik leleh yang cukup
rendah yaitu sebesar 42oC, meta-bromo-nirobenzen memiliki titik leleh
sebesar 56oC, sedangkan para-bromo-nirobenzen memiliki titik leleh
paling tinggi yaitu 127oC.
Pada
proses halogenasi, halogen tanpa diberi katalis tidak berekasi dengan benzena.
Hal ini disebabkan karena halogen bukan merupakan elektrofilik kuat dan benzena
relatif kurang reaktif. Dengan memberi katalis berupa asam lewis seperti FeX3
maka benzena dapat beraksi dengan halogen. Asam lewis berfungsi untuk mengubah
X2 menjadi elektrofilik kuat X+. Reaksi yang terjadi
adalah:
|
Dalam
sulfonasi dilakukan dengan mereaksikan asam sulfat pekat panas dengan benzena
pada suhu tinggi, diman akan menghasilkan benzenasulfonik. Reksi yang terjadi
adalah:
Reaksi
Friedel-Crafts ada dua yaitu alkilasi
dan asilasi dengan reaktan alkilhalida atau asilhalida.
ANALISIS KUALITATIF SENYAWA ORGANIK UNKNOWN PADATAN
Senyawa
organik dapat diartikan sebagai senyawa yang mengandung atom karbon. Senyawa
organik jumlahnya sangat banyak dan memiliki perbedaan terutama dalam gugus
fungsinya. Perbedaan gugus fungsi inilah yang menyebabkan senyawa organik
memiliki perbedaan sifat kimia maupun sifat fisika.
Identifikasi
senyawa organik padat adalah dengan menguji sifat fisika dari senyawa tersebut.
Sifat fisika yang sering digunakan untuk mengidentifikasi senyawa organik padat
adalah titik leleh. Identifikasi senyawa organik padat juga dapat dilakukan
dengan melakukan analisis terhadap gugus fungsionalnya. Identifikasi ini sangat
penting dilakukan sebelum penentuan rumus struktur senyawa organik tersebut.
A.
Penentuan
Sifat Fisika
Titik
leleh adalah suhu dalam derajat Celcius pada saat suatu fase padat dan fase
cair suatu padatan kristal ada dalam kesetimbangan dinamik. Oleh karena itu,
tekanan uap fase padat dan fase cair dari suatu padatan kristal adalah sama
pada saat titik leleh. Titik leleh senyawa organik cenderung lebih mudah untuk
diamati, karena temperatur pada saat zat mulai meleleh hampir sama dengan
temperatur dimana zat telah meleleh semuanya. Range titik leleh biasanya
berkisar dari 0,20 - 10C, dan tidak boleh lebih dari 10C.
Contohnya : suatu zat memiliki range titik leleh antara 102,1°-
102,5°C.Berbagai penyimpangan yang dapat terjadi berupa penurunan titik leleh
dari titik leleh senyawa murninya atau perluasan range titik leleh dapat saja
terjadi apabila suatu zat padat yang digunakan tidak murni.
B.
Penentuan
Gugus Fungsional
1.
Mendeteksi
Ketidakjenuhan
Senyawa
organik atau senyawa karbon yang jenuh (ikatan tunggal) dan tidak jenuh
(mengandung ikatan rangkap) dapat dibedakan melalui beberapa analisis,
contohnya adalah dengan pereaksi Baeyer dan tes dengan air brom.
Reaksi
dengan pereaksi Baeyer (larutan KMnO4) mengakibatkan ikatan rangkap
yang ada dalam senyawa organik menjadi teroksidasi karena KMnO4 merupakan
oksidator kuat, namun pereaksi Baeyer ini tidak bereaksi terhadap senyawa
karbon jenuh. Reaksi dengan senyawa karbon tidak jenuh menyebabkan warna KMnO4
yang semula berwarna ungu memudar dan muncul endapan coklat mangan oksida (MnO2)
(Fessenden, 1982). Hal ini disebabkan karena konsentrasi KMnO4 dalam
larutan telah berkurang karena digunakan untuk mengoksidasi senyawa karbon
tidak jenuh. Reaksi yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut.
Brom
(Br2) bukan merupakan suatu asam, tetapi zat ini dapat diadisi ke
dalam ikatan rangkap karena molekul brom dapat terpolarisasi membentuk ion Br-
dan Br+. Ion Br+ ini akan diadisi ke dalam ikatan
rangkap yang kaya akan elektron (Fessenden, 1982). Reaksi dengan air brom
menyebabkan senyawa karbon tidak jenuh mengalami reaksi adisi dan menghasilkan
senyawa halida. Reaksi dengan senyawa karbon tidak jenuh menyebabkan warna air
brom yang semula berwarna coklat memudar karena konsentrasi Br2
dalam larutan telah berkurang karena digunakan untuk mengadisi senyawa karbon
tidak jenuh. Reaksi yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut.
2.
Mendeteksi
Alifatis atau Aromatis
Senyawa
aromatik dalam kimia digunakan untuk jenis ikatan untuk senyawa tertentu.
Senyawa aromatik adalah senyawa siklik yang mengandung ikatan rangkap yang
berselang-seling dalam rumus bangunnya. Aromatik merupakan kebalikan dari
alifatik yang hanya mengandung ikatan tunggal (Fessenden, 1982) Salah satu cara yang
paling sederhana digunakan untuk mengidentifikasi senyawa alifatik ataupun
aromatik adalah dengan melakukan tes asap.
Tes
asap dilakukan untuk mengidentifikasi senyawa karbon tersebut aromatik atau
alifatik. Tes asap ini sangat sederhana karena senyawa karbon tersebut hanya
dibakar saja. Apabila menghasilkan asap berwarna hitam, maka senyawa tersebut
termasuk senyawa aromatik. Asap hitam ini adalah karbon atau jelaga (C) yang terbentuk dari
pembakaran tidak sempurna senyawa karbon. Pembakaran tidak sempurna ini terjadi
karena pada proses pembakaran tersebut senyawa karbon kekurangan oksigen,
sehingga tidak semua senyawa karbon dapat menjadi gas CO2.
3.
Mendeteksi
Gugus Hidroksil pada Senyawa Alkohol
Senyawa
alkohol (R – OH) adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus hidroksil
yang terikat pada atom kabon tetrahedral (sp3). Alkohol merupakan
senyawa yang penting dalam industri. Kegunaan penting dari alkohol adalah
digunakan sebagai desinfektan dan pelarut organik.
Ditinjau
dari letak gugus hidroksilnya, senyawa alkohol dapat dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu:
a. Alkohol
primer : senyawa alkohol yang gugus
hidroksilnya terikat pada atom C primer.
b. Alkohol
sekunder : senyawa alkohol yang gugus
hidroksilnya terikat pada atom C sekunder.
c. Alkohol
tersier : senyawa alkohol yang gugus
hidroksilnya terikat pada atom C tersier.
Identifikasi
senyawa alkohol dapat dilakukan dengan melakukan tes serat-amonium-nitrat dan
tes asetil klorida. Pada tes serat-amonium-nitrat, senyawa organik yang diuji
ditetesi dengan larutan serat-amonium-nitrat, apabila muncul warna merah maka
senyawa tersebut mengandung gugus alkohol. Pada tes asetil klorida, senyawa
organik yang akan diuji direaksikan dengan asetil klorida. Apabila gas yang
dihasilkan menghasilkan asap putih jika didekatkan pada larutan amonia pekat,
maka senyawa tersebut mengandung gugus alkohol.
4.
Mendeteksi
Gugus Fenolat
Senyawa
fenol merupakan turunan dari benzena yang mengikat gugus hidroksil pada atom C
sp2. Fenol merupakan zat yang sipakai sebagai antiseptik rumah sakit.
Walaupun merupakan antiseptik yang baik, fenol bersifat kaustik dan racun.
Masuknya fenol secara kronis ke dalam tubuh menyebabkan kerusakan hati dan
ginjal (Fessenden, 1982).
Identifikasi
gugus fenolat dapat dilakukan dengan uji
feri klorida. Reaksi dengan feri klorida menyebabkan terbentuknya ion kompleks
dari gugus hidroksil dengan ion besi yang memberi warna yang berbeda-beda
seperti merah, hijau, biru, ungu. Warna yang diperoleh tergantung pada jenis
substituen yang terikat pada senyawa fenol. Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut,
[Fe6(H2O)6]3+
+ 6n [Fe(H2O)n(
)(6-n)]3+
5.
Mendeteksi
Gugus Aldehida
Aldehid merupakan kelompok senyawa yang
mengandung gugus karbonil yang terikat pada sebuah adatu dua buah atom
hidrogen. Rumus umum dari senyawa aldehid adalah R-CHO. Senyawa aldehid
merupakan senyawa yang dapat dioksidasi oleh oksigen dari udara pada temperatur
kamar. Oleh karena itu, apabila suatu aldehida dibuka, wadahnya akan selalu
terkontaminasi dari asam karboksilat bersangkutan. Reaksi yang terjadi adalah:
2RCHO + O2 è
2RCOOH (Fessenden,
1982).
Identifikasi gugus aldehida dapat
dilakukan dengan melakukan tes Fehling dan tes Tollen. Tes Fehling dilakukan
menggunakan larutan Fehling, dimana larutan ini mengandung ion kompleks tembaga
(II) yang disiapkan dengan mencampurkan larutan Fehling A yang mengandung
tembaga sulfat, ke dalam larutan Fehling B yang mengandung natrium hidroksida
dan garam Rochelle (natrium kalium tartarat). Selama oksidasi aldehid menjadi
asam karboksilat, ion tembaga (II) direduksi menjadi tembaga (I) yang mengendap
sebagai tembaga (I) oksida yang berwarna merah.
RCHO + 2Cu2+ + 5OH- RCOO- + Cu2O + 3H2O (Fessenden, 1982).
Selain tes Fehling, aldehid juga dapat
dideteksi dengan tes Tollens dengan menggunakan reagen Tollen. Tes ini
didasarkan pada oksidasi asuatu aldehid oleh larutan ion perak (Ag+)
dalam basa amonia. Larutan ini mengandung ion kompleks [Ag(NH3)2]+.
Oksidasi terhadap aldehid dibarengi dengan reduksi ion perak menjadi logam
perak yang tampak sebagai cermin perak.
AgNO3 + 2NH3 [Ag(NH3)2]+ + NO3-
RCHO +
2[Ag(NH3)2]+ + 3OH- RCOO- + 2 Ag(s) + 4NH3 + 2 H2O
(Fessenden, 1982).
6.
Mendeteksi
Gugus Keton
Senyawa keton merupakan suatu senyawa
organik yang mempunyai sebuah gugus karbonil yang terikat pada dua buah gugus
alkil. Keton tidak mengandung atom hidrogen yang terikat pada gugus karbonil.
Rumus umum senyawa keton adalah R-CO-R.
Identifikasi gugus keton dapat dilakukan
dengan cara mengendapkan senyawa keton dengan larutan 2,4-dinitrofenilhidrazin
(DNP) menghasilkan 2,4-dinitrofenilhidrazon yang berbentuk padat. Contohnya
larutan aseton yang ditetesi larutan 2,4-DNP menghasilkan senyawa aseton
2,4-dinitrofenilhidrazon (Mastjeh,1993).
Selain dengan larutan 2,4-DNP, gugus
keton juga dapat dideteksi melalui tes iodoform. Tes ini memberikanhasil
positif pada gugus karbonil yang mempunyai atom hidrogen pada posisi α. Dalam
reaksi ini, terjadi reaksi substitusi hidrogen posisi α dengan atom halogen
pada kondisi basa. Jika halogen yang digunakan adalah iodin, maka akan
terbentuk endapan endapan kuning iodoform.
CH3C(C6H5)O + 4
NaOH +
3 I2 à ONaC(C6H5)O + CHI3 + 3 H2O + 3NaI
7.
Mendeteksi
Gugus Karboksil
Asam
karboksilat adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus hidoksil. Gugus
hidroksil merupakan suatu istilah yang berasal dari karbonil dan hidroksil,
mengandung gugus –COOH. Rumus umumya adalah R-COOH.
Identifikasi
gugus karboksil dapat dilakukan dengan tes natrium bikarbonat dan tes
pembentukan ester. Jika senyawa tersebut direaksikan dengan larutan NaHCO3
akan menghasilkan gas CO2 yang ditandai dengan munculnya
gelembung-gelembung gas. Reaksi yang terjadi
adalah: NaHCO3(aq) + RCOOH(l) è RCOONa(aq) + CO2(g) + H2O(l).
Tes
pembentukan ester juga dapat dilakukan untuk mendeteksi gugus karboksil. Suatu
senyawa karboksil direaksikan dengan alkohol dan asam sulfat pekat yang
dipanaskan sebagai katalis akan menghasilkan bau harum buah yang menandakan
senyawa tersebut positif mengandung gugus karboksil dan terbentuk senyawa
ester. Reaksi yang terjadi adalah: RCOOH + R’OH RCOOR’ + H2O (Fessenden,
1982).
8.
Mendeteksi
Gugus Ester
Ester
merupakan turunan dari asam karboksilat yang mempunyai rumus umum RCOOR’. Ester
berbeda dengan asam karboksilat. Asam karboksilat yang mudah menguap kebanyakan
menghasilkan bau busuk, sedangkan ester yang mudah menguap menghasilkan bau
harum buah-buahan.
Identifikasi
senyawa ester dapat dilakukan dengan melakukan
uji asam hidroksamat. Uji positif terhadap uji asam hidroksamat adalah
timbulnya warna merah atau ungu dengan ester-anhidrida, asam klorida akibat
pembentukan suatu komplek asam hidroksamat (Muderawan,2008). Asam klorida dan
asam anhidrida bereaksi dengan hidroksilamin secara cepat dalam suasana asam,
sedangkan ester dalam kondisi asam tidak dapat bereaksi dengan hidroksilamin.
|
9.
Mendeteksi
Gugus Eter
Senyawa
eter merupakan senyawa organik yang mengandung dua gugus alkil/aril yang salah
satu gugusnya terikat pada oksigen. Rumus umum dari senyawa eter adalah R-O-R.
Identifikasi senyawa eter dapat dilakukan dengan Tes Feigl, yaitu melakukan uji
terhadap gas yang dihasilkan dari pemanasan eter yang dilewatkan pada kertas saring
yang telah dibasahi dengan campuran kupri asetat (Cu(CH3COO)2)
dan benzidin hidroklorida. Apabila hasil uji di atas menghasilkan warna biru
karena adanya endapan benzidin, maka senyawa tersebut menunjukkan adanya gugus
eter.
10. Mendeteksi Gugus Nitro
Gugus
nitro (-NO2) sering dijumpai pada berbagai macam senyawa organik,
baik yang terikat pada atom C primer (nitroalkana primer) maupun yang terikat
pada atom C sekunder (nitroalkana sekunder). Untuk mengidentifikasi nitroalkana
primer maupun nitroalkana sekunder dapat dilakukan dengan tes merah-biru. Tes
ini dilakukan dengan menambahkan asam nitrit ke zat organik yang kemudian akan
membentuk turunan senyawa nitroso yang berwarna biru. Selanjutnya direaksikan
dengan NaOH, maka nitroalkana primer akan berubah menjadi garam natrium dan
memberikan warna merah, sedangkan nitroalkana sekunder tidak memberikan
perubahan apapun.
ANALISIS SENYAWA ORGANIK
dasar teori
Penentuan unsur penyusun suatu senyawa organik dapat
dilakukan dengan analisis secara kualitatif. Selain menentukan unsur penyusun
senyawa organik, analisis secara kualitatif juga dapat menentukan gugus fungsi
yang terdapat di dalam senyawa organik tersebut. Dimana, senyawa organik bisa
dikelompokkan berdasarkan gugus fungsi yang dimilikinya. Sehingga analisis
secara kualitatif sangat membantu menentukan termasuk kelompok apa suatu
senyawa organik yang belum diketahui berdasarkan gugus fungsi yang dimilikinya.
Dalam melakukan analisis secara kualitatif, perlu
dilakukan pengujian terhadap sifat fisika dari sampel senyawa yang akan diuji.
Karena sifat fisika suatu senyawa sangat khas dan umumnya tidak sama dengan
senyawa yang lain. Sehingga sifat fisika juga merupakan karakteristik dari
suatu senyawa. Sifat fisika tersebut
meliputi titik leleh untuk sampel dalam wujud padatan, titik didih dan indeks
bias untuk sampel dalam wujud cairan.
Senyawa organik padatan yang murni (kristal dari senyawa
organik murni) umumnya memiliki titik leleh tertentu dan tajam. Titik leleh
yang tajam artinya kisaran titik leleh (yaitu perbedaan suhu pada saat kristal
mulai meleleh sampai seluruh kristal meleleh) tidak lebih dari 1oC.
Bila titik leleh suatu zat tidak tajam atau memiliki rentangan yang tajam,
umumnya zat tersebut bukanlah zat murninya, namun di dalam zat tersebut sudah
terdapat pengotor. Bila terjadi seperti itu, maka titik leleh zat akan menjadi
lebih rendah dari zat murninya. Pengukuran titik leleh dapat dilakukan dengan
menggunakan alat yang disebut balok logam dan juga tabung Thiele. Titik didih
(suhu atau temperatur) yang didapat ketika melakukan praktikum sangat
dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya, maka perlu dilakukan konversi
terhadap hasil yang diperoleh dengan menggunakan rumus:
Vw = Va + n.γ ( Va - Vδ)
Dimana,
Vw = suhu sebenarnya
Va = suhu (titik leleh) yang terbaca
n = skala termometer
yang tercelup ke dalam media
γ = muai gelas
yang nilainya 0,00016
Vδ =
suhu di atas media
Senyawa organik dalam wujud cairan tidak memiliki titik leleh,
tetapi memiliki titik didih dan indeks bias. Titik didih adalah suhu suatu zat
saat tekanan uap cairan sama dengan tekanan udara luar. Adanya zat pengotor
dalam senyawa yang akan diuji sangat mempengaruhi besarnya titik didih senyawa
yang akan diuji. Apabila terdapat zat pengotor dalam senyawa
maka titik didih senyawa akan meningkat atau lebih besar dari yang sebenarnya.
Selain zat pengotor, titik didih juga dipengaruhi oleh tekanan udara
lingkungan. Pengaruh lingkungan dapat dikoreksi dengan menggunakan rumus:
Bp = t + [0,0012 ( 760 – P) ( t + 273)]
Bp = titik didih senyawa
t = titik didih yang teramati
P = tekanan udara pada barometer
Dengan adanya koreksi tersebut maka akan dapat mengurangi pengaruh
lingkungan terhadap hasil pengukuran titik didih yang diperoleh.
Sifat fisika lain
adalah indeks bias yang dimiliki oleh senyawa organik dalam wujud cairan,
dimana prinsip dari indeks bias adalah perbedaan perambatan gelombang pada
media yang berbeda. Apabila suatu berkas cahaya melewati perbatasan permukaan
dua jenis media, cahay akan dibiaskan. Indeks bias merupakan tetapan fisik yang
dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa cairan dan dapat juga
digunakan untuk menentukan kemurnian dari senyawa tersebut. Indeks bias sangat
bergantung pada suhu. Untuk senyawa-senyawa organik, indeks bias akan turun
dengan naiknya suhu, kira-kira sebesar 4-5 x 10-4 perderajat. Selain
bergantung pada suhu, indeks bias juga sangat berganung dari panjang gelombang
yang digunakan. Pada umumnya indeks bias diperoleh dengan menggunakan garis
spectra dari cahaya kuning natrium, garis D, dengan λ= 589,3 nm. Suhu dan
panjang gelombang dari garis spectra ditulis sebagai indeks, misalnya nD25.
Setelah mengetahui
sifat fisika senyawa organik, dilanjutkan dengan melakukan analisis unsur
penyusun senyawa. Senyawa organik umumnya terdiri dari karbon(C), hidrogen(H),
oksigen(O), nitrogen(N), belerang(N) dan bisa juga terdapat halogen. Dalam
mendeteksi masing-masing unsur yang terkandung, diperlukan pereaksi yang
spesifik dan khusus.
Untuk mendeteksi unsur
karbon dan hidrogen, senyawa yang akan diuji terlebih dahulu direaksikan dengan
tembaga oksida kering(CuO) sambil dipanaskan untuk mempercepat dan
menyempurnakan reaksi. Reaksi yang terjadi apabila senyawa tersebut mengandung
karbon dan hidrogen adalah:
CxHY + CuO → Cu(s) + H2O(g)
+ CO2(g)
Kemudian gas CO2 yang dihasilkan dialirkan ke dalam
larutan Ca(OH)2, dimana nantinya bila positif terdapat CO2
maka larutan Ca(OH)2 akan berubah menjadi keruh. Persamaan reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut:
CO2(g) + Ca(OH)2(aq) → Ca(CO)3(s) ↓
+ H2O
Keberadaan gas H2O dapat dilakukan dengan menangkap gas H2O
dengan kertas kobal (CoCl2), kertas kobal yang berwarna biru pada awalnya
akan berwarna merah setelah terkena gas H2O.
Unsur yang pada
umunya terkandung dalam senyawa organik adalah oksigen (O). cara mendeteksi
keberadaan unsur oksigen adalah dengan menggunakan pereaksi feroks (kompleks Fe+3[Fe(CNS)6]-3).
Apabila mengandung oksigen, kertas feroks yang ditetesi senyawa sampel maka
kertas feroks akan berubah warna menjadi merah.
Untuk mendeteksi
keberadaan unsur belerang, nitrogen, dan halogen terlebih dahulu senyawa sampel
ditambahkan dengan padatan logam natrium yang kemudian dipanaskan yang kemudian
menjadi ekstrak natrium. Prinsip kerja dari identifikasi ini adalah mengubah unsur-unsur
yang berikatan secara kovalen dalam zat organik menjadi garam natrium yang
bersifat ionik. Nitrogen dengan adanya karbon diubah menjadi ion sianida (CN-),
belerang diubah menjadi ion sulfida (S2-) dan halogen diubah menjadi
ion halida (X-). Dalam mendeteksi keberadaan belerang, ekstrak
natrium diasamkan dengan asam asetat yang kemudian dididihkan. Gas yang
ditimbulkan kemudian dideteksi dengan menggunakan kertas saring yang telah
dicelupkan dalam larutan Pb-asetat. Dimana reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut:
Pb(CH3COO)2 + Na2S(g) →
PbS(s)↓ + CH3COONa
Bila mengandung belerang maka akan terbentuk warna hitam yang
disebabkan adanya PbS. Sisa filtrat dalam tabung ditetesi dengan natrium
nitroprusid. Apabila mengandung belerang, maka warna larutan akan berubah
menjadi gelap. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Na2S + Na[Fe(CN)5NO] → Na4[Fe(CN)5NO]
Keberadaan nitrogen dalam zat yang akan diuji dapat
dilakukan dengan menggunakan garam mohr. Nitrogen dalam ekstrak natrium akan
diubah menjadi ion sianida (CN-) dan direaksikan dengan FeSO4
(dari garam mohr) yang kemudian dipanaskan. Bila tidak terbentuk endapan
hijau tambahkan larutan NaOH dan didihkan sampai terbentuk endapan hijau. Reaksi
yang terjadi dalam mendeteksi nitrogen adalah sebagai berikut:
Fe2+ + 6CN- → 3Fe(CN)64-
4Fe2+ + O2 + 2H2O → 4Fe3+ +
4OH-
4Fe3+ + 3Fe(CN)64- → Fe4[Fe(CN)6]3
Bila senyawa sampel mengandung nitrogen, maka indikasinya adalah
akan dihasilkan suspensi berwarna biru kehijau-hijauan atau biru prusian.
Selain mendeteksi unsur
penyusun suatu senyawa, mendeteksi gugus fungsi penyusun suatu senyawa juga
sangat penting, karena senyawa organik dapat dikelompokkan berdasarkan gugus
fungsi yang dimilikinya. Gugus fungsi yang umumnya dimiliki oleh senyawa organik
adalah ada atau tidaknya ikatan tidak jenuh, gugus alifatis atau aromatis,
gugus hidroksi, gugus fenolat, gugus aldehid, gugus keton, gugus karboksil,
gugus eter, gugus ester, dan gugus nitro.
Untuk mendeteksi keberadaan ikatan ketidakjenuhan dapat
dilakukan dengan tes Baeyer dan tes bromine. Tes Baeyer menggunakan larutan KMnO4. Dalam tes ini, KMnO4 yang
merupakan oksidator, konsentrasinya akan berkurang setelah reaksi. Hal ini
disebabkan karena KMnO4 mengoksidasi ikatan rangkap yang terdapat
dalam senyawa dan kemudian menjadi MnO2 yang berwarna kuning
kecoklatan sehingga dengan berkurangnya konsentrasi maka warna dari KMnO4
juga akan memudar.
C6H5CHO + MnO4-
→ C6H5COO- + MnO2
Apabila mengandung ikatan rangkap maka warna larutan KMnO4
akan memudar.
Dalam tes bromine, menggunakan air brom (Br2).
Apabila sampel mengandung ikatan rangkap, maka warna coklat bromine akan
berubah menjadi tidak berwarna. Reaksinya adalah
sebagai berikut:
Senyawa organik
alifatis ataupun aromatis dapat diteteksi dengan menggunakan tes asap. Dalam
melakukan tes asap, senyawa organik yang diuji dibakar dalam pembakar spritus.
Adanya asap (berwarna gelap) yang ditimbulkan dari hasil pembakaran menunjukkan
pembakaran yang tidak sempurna sehingga dihasilkan karbon. Pembakaran yang
tidak sempurna itu disebabkan adanya ikatan rangkap yang terkonjugasi dalam
senyawa sehingga membutuhkan energy yang cukup besar untuk memutuskan ikatan
rangkap terkonjugasinya. Karena energy yang diperoleh tidak cukup besar
sehingga terjadi pembakaran yang tidak sempurna. Hal ini dapat digunkan untuk
mengidentifikasi senyawa bersifat aromatic(terdapat cincin benzena).
C6H5CHO
+ O2 → C + 6H2O (pembakaran
tidak sempurna)
Keberadaan gugus hidroksi senyawa alkoholat dapat
diketahui dengan melakukan tes asetil klorida. Dalam tes ini, senyawa yang
diuji direaksikan dengan asetil klorida yang menghasilkan gas HCl yang apabila
didekatkan dengan pada larutan ammonia pekat akan menghasilkan asap putih.
Dimana reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
CH3COOCl + OH- → CH3COOH
+ HCl(g)
HCl + NH3 → NH4Cl
Mendeteksi gugus fenolat dalam
senyawa organik dalam dilakukan dengan tes feriklorida. Senyawa yang mengandung
gugus fenol apabila ditambahkan dengan FeCl3 akan berubah menjadi
ungu, biru, hijau, atau merah anggur. Hal ini disebabkan karena fenol membentuk
kompleks besi berwarna ketika direaksikan dengan feriklorida. Dimana, reaksinya
adalah:
[Fe6(H2O)6]3+
+ 6n [Fe(H2O)n( )(6-n)]3+
Gugus aldehid dalam
senyawa organik keberadaannya dapat diidentifikasi dengan tes fehling dan tes
tollen. Pereaksi fehling terdiri dari dua bagian, yaitu fehling A yang
merupakan larutan CuSO4, sedangkan fehling B adalah campuran NaOH
dan kalium natrium tartrat (garam rochele). Kedua larutan dicampurkan sehingga
diperoleh larutan berwarna biru tua. Reaksi dari aldehid dengan fehling
menghasilkan endapan merah tua dari CuO. Reaksi yang terjadi dalam reaksi ini
adalah:
RCHO + 2 Cu2+ 3OH-
→ RCOO- 2Cu+ + 2H2O
2Cu+ + 2OH- → Cu2O(s)↓ +
H2O
Selain digunakan pereaksi fehling, untuk mendeteksi aldehid juga
dapat digunakan tes tollen dengan menggunakan reagen tollen. Larutan ini
mengandung ion kompleks [Ag(NH3)4]+. Oksidasi
terhadap aldehid dibarengi dengan reduksi terhadap ion perak (I) menjadi logam
perak yang tampak sebagai cermin perak di bawah permukaan tabung reaksi. Reaksi
yang terjadi dalam tes tollen atau juga biasa disebut dengan tes cermin perak
adalah sebagai berikut:
AgNO3 + 2 NH3 → [Ag(NH3)2]+NO3-
RCHO + 2[Ag(NH3)2]+ + 3OH-
→RCOOH + 2Ag(s)↓ + 4NH3 + 2H2O
Untuk mendeteksi
keberadaan gugus keton dalam senyawa organik dapat dilakukan dengan melakukan
uji dengan DNP atau uji iodoform. Uji DNP (2,4-dinitrofenilhidrazin) dilakukan
dengan melarutkan DNP dalam alcohol, dipanaskan dan kemudian dan kemudian
ditambahkna dua tetes asam sulfat pekat. Penambahan dari 2-3mL reagen ini ke
dalam keton akan menghasilkan kristal turunan 2,4 DNP yang berwarna kuning, merah, atau oranye. Sehingga bila
terdapat gugus keton dari senyawa yang akan diuji maka larutan akan memberikan
warna kuning, merah, atau oranye. Selain dengan uji DNP pengidentifikasian
terhadap gugus keton dapat dilakukan dengan tes iodoform untuk metil keton.
Dalam tes iodoform, prinsip kerjanya adalah halogenasi alfa, yaitu reaksi
halogenasi terhadap gugus keton pada atom karbon alfa. Gugus metil dari suatu
metil keton diiodinasi bertahap sampai terbentuk iodoform (CHI3)
padat dan berwarna kuning. Tes iodoform ini terjadi menurut reaksi:
|
Keberadaan gugus
karboksil dalam suatu senyawa dapat diidentifikasi dengan mereaksikannya dengan
natrium bikarbonat (NaHCO3), dimana dari reaksi ini akan dihasilkan
gas CO2. Reaksi yang terjadi dari reaksi antara karboksil dengan
natrium bikarbonat adalah sebagai berikut:
RCOOH + NaHCO3 → RCOO-Na+ + H2O
+ CO2(g)
|
RCOOH + ROH RCOOR + H2O
Keberadaan gugus ester dari proses esterifikasi asam karboksilat
dapat diketahui dari bau harum seperti buah yang ditimbulkannya.
Pengujian terhadap gugus ester dilakukan dengan mengunakan pereaksi
larutan jenuh hidroksilamin hidroklorida, KOH, larutan FeCl3 dan
larutan HCl. Keberadaan ester diketahui apabila terjadi perubahan warna yakni menjadi merah
anggur.
Pengujian terhadap gugus eter dilakukan dengan menggunakan pereaksi
campuran kupriasetat dan benzidin hidroklorida. Keberadaan
eter akan terdeteksi apabila kertas
saring berubah warna berubah menjadi biru. Hal ini karena bereaksinya campuran
dengan zat organik yang menghasilkan biru benzidin pada kertas saring.
Pengujian terhadap gugus nitro dilakukan dengan menggunakan pelarut
nitrit dan pereaksi NaOH. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah tergolong
nitroalkana primer atau nitroalkana sekunder. Senyawa
dengan gugus nitro akan tergolong
nitroalkana primer apabila setelah penambahan pereaksi NaOH berubah warna
merah, sedangkan akan tergolong primer apabila tidak terjadi perubahan warna
setelah penambahan pereaksi.
Subscribe to:
Posts (Atom)